Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Belajar Keberagaman dari Suku Petempur di Pulau Enggano

Kompas.com - 18/08/2016, 22:22 WIB
Firmansyah

Penulis

BENGKULU, KOMPAS.com - Pulau Enggano pada periode tahun 1.500 hingga 1.883 memiliki catatan kelam peperangan antar suku yang menempati wilayah yang luasnya sekitar 400 kilo meter per segi itu. Saat itu terdapat lima suku yang mendiami pulau, Kauno, Kaitora, Kaarubi, Kaaruba dan Kaahoao.

Peperangan tersebut dipicu perebutan sumber kehidupan yakni tempat mencari ikan dan tanah. Suku yang suka berperang memerangi suku-suku lain yakni Kaitora.

"Saat itu Suku Kaitora memang dianggap sebagai suku yang suka berperang karena seringnya mengambil tanah suku lain, kami digempur oleh empat suku lain. Akibat sering berperang generasi suku kami sedikit," kata Kepala Suku Kaitora, Rafly Zen Kaitora, Rabu (17/8/2016).

Adapun senjata yang digunakan sebagai alat tempur yakni batu yang dibuat mirip parang dan tombak. Saat itu besi belum dikenal oleh masyarakat adat yang menghuni Pulau Enggano.

Selain dilengkapi dengan alat perang, suku-suku di Enggano juga memiliki rumah adat yang berfungsi sebagai basis pertahanan dan pengintai musuh. Rumah adat itu sengaja dibangun bertingkat dua, dengan bentuk segi delapan atau hexagon dan ditempatkan di puncak bukit agar memudahkan pengintaian terhadap lawan dan untuk melarikan diri jika kalah perang.

Pertempuran antar suku dapat diakhiri saat kawasan itu dikuasai Belanda pada tahun 1908 dan dikeluarkannya perjanjian “Barharu” tanggal 23 April 1908 De- Residen Van Bengkulen.

Perjanjian juga diiringi dengan pendirian tugu perdamaian yang lokasinya ada di Desa Malakoni. Serta pembentukan ikatan persaudaraan yang dinamakan Paano’a.

Ekspresi perdamaian itu terlihat dalam tari adat suku Enggano yakni tari perang. Tari perang mengisahkan pertempuran antarsuku yang berakhir pada perdamaian. Terdapat prasasti perdamaian para suku yang terletak di persimpangan di Desa Malakoni, Pulau Enggano.

Saat ini terdapat satu suku baru yang dibentuk oleh lima suku, yakni Kaamai (pendatang). Suku ini dibentuk untuk mengapresiasi banyaknya pendatang di Pulau Engano. Suku Kaamai merupakan bentuk toleransi suku asli Pulau Enggano terhadap pendatang.

"Suku pendatang (Kaamai), memiliki hak yang sama dengan suku asli lainnya, termasuk dalam mengelola wilayah adat dan hutan, ini bentuk apresiasi keterbukaan pada pendatang," tambahnya.

Sejarah Pulau Enggano dan masyarakatnya sesungguhnya memiliki banyak versi. Catatan penelitian Pulau Enggano, Pieters J. Ter Keurs dari Museum Nasional Ethnologi Belanda menyebutkan wilayah itu ditemukan pertama kali pada tahun 1.500 oleh awak kapal Portugis.

Catatan ini juga pernah dimuat dalam kompas edisi cetak dan juga beberapa literatur. Saat itu kapal Portugis singgah ke Pulau Enggano hendak mendapatkan air bersih dan perbekalan karena sudah berminggu-minggu berlayar. Namun awak kapal Portugis mendapatkan kekecewaan di pulau itu karena sikap agresif penduduk yang menyerang dan mengusir mereka. Enggano berasal dari Bahasa Portugis yang artinya “Kecewa”.

Menurut cerita turun temurun, masyarakat Enggano berasal dari dua kapal yang berlayar dan terdampar di pulau itu. Wabah penyakit menerpa mengakibatkan kematian yang menyisakan sepasang manusia dari dua kapal

itu. Mereka lalu menikah dan menghasilkan keturunan terbagi dalam tiga keturunan, Kaitora, suku Kaarubi, dan suku Kaahoao. Perjalanan sejarah tiga garis keturunan itu pecah Suku Kaahoao pecah menjadi dua suku yaitu Kaahoao dan suku Kauno.Suku Kaarubi juga pecah menjadi dua suku, yaitu Kaarubi dan Kaharuba. Sedang suku Kaitora tidak ada perubahan atau perpecahan.

Masing-masing suku dipimpin oleh kepala suku. Selanjutnya para kepala suku menunjuk satu koordinator suku yang disebut Paabuki.

"Lima suku di Pulau Enggano sesungguhnya memiliki satu keturunan, namun seiring waktu keberagaman muncul dari sisi agama, Islam, Kristen, juga mulai banyaknya pendatang. Kami menyadari peperangan akan memutus generasi, merugikan satu sama lain," jelas Rafly.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com