Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sandiwara Perjuangan Tak Lagi Ada di Kampung Mantan Tapol ini

Kompas.com - 17/08/2016, 23:34 WIB
Dani Julius Zebua

Penulis

BALIKPAPAN, KOMPAS.com – Kampung mantan tahanan politik di Kelurahan Argosari, Samboja, Kutai Kartanegara, semarak merayakan hari kemerdekaan ke-71 RI. Ada balap karung, suap kerupuk, kupas kelapa, pukul air, rias wajah, jalan santai, bola voli, gerobak JP, sepakbola pakai daster, hingga lomba klasik tarik tambang.

Perlombaan untuk kalangan anak-anak berlangsung lebih dulu pada tanggal 17 Agustus 2016 ini. Lomba untuk orang dewasa berlangsung pada Minggu, 20 Agustus 2016 mendatang.

Sugito Kasirim, 74 tahun, mantan tahanan politik 1965, mengungkapkan, kalau perayaan HUT RI sudah berlangsung sejak kampung ini berdiri di tahun 1980-an. “Saya sudah lupa bagaimana dulu itu mulai,” kata Sugito.

Ia hanya mengingat bagaimana setiap tahun perayaan HUT RI terasa lebih semarak. Sugito mantan tentara yang juga seniman ala Jawa Timur.

Perayaan di beberapa tahun lalu banyak perbedaan dengan sekarang. Perayaan diisi dengan beragam kegiatan, seperti koor dengan bahasa jawa, gamelan, kuda lumping, sarasehan, bahkan sandiwara dengan tema perjuangan.

Baca juga: Saat Makna Kemerdekaan Sayup-sayup Terdengar di Kampung Mantan Tapol

Sugito memang penyuka kesenian rakyat sejak muda. Ia pandai memainkan ludruk alias sandiwara ala Jawa Timuran, bermain gamelan, hingga menari kuda lumping. Keahliannya itu yang digunakan untuk melatih pemuda kampung dan menggerakkan warga merayakan HUT RI.

“Dulu dramanya ada yang jadi penjajah Belanda lawan pejuang Indonesia. Waktu itu Belanda harusnya bawa senjata, tapi tidak punya. Kami tidak ada pistol, dipinjami orang Koramil yang hadir menyaksikan. Dipinjami pistol betulan,” kata Aloysius Pailan, warga eks tapol lainnya.

KOMPAS.com/Dani J Sugito tak mau lagi mengingat derita menjadi tahanan politik di masa lalu. Banyak yang seperti Sugito, tapi masih ada yang tetap tidak bisa menerima perlakuan buruk di masa lalu itu hingga kini.
Belakangan, koor, sandiwara, dan memainkan musik gamelan sudah tidak lagi digelar di HUT RI.  Seemtara lomba untuk anak-anak dan orang dewasa masih bertahan. “Panjat pinang masih ada,” kata Samiyem, istri dari Sugito.

Mereka sudah tua tidak lagi berkarya, lantas memilih merawat kebun dan rumah. “Mungkin sudah dua tahun belakangan ini. Yang tersisa hanya kuda lumping, ada penerusnya yang muda-muda. Tapi digelar kalau ada dana saja,” kata Sugito.

Sugito menjadi tahanan politik pada tahun 1970. Ia baru saja pulang dari menjaga pos di kantor Kodam saat itu. Ia dipindah dari kamp ke kamp lain hingga dinyatakan bebas pada 1979. Belum bebas seutuhnya, Sugito kemudian masuk ke pengasingannya di Argosari ini.

Ia bersama ratusan eks-tapol lain membuka kawasan Argosari itu, dari semula hutan belantara kini menjadi desa yang penuh sawah dan kebun buah. Semula 100-an eks tapol diasingkan ke tempat ini. Saat ini, kampung itu sudah tumbuh hingga 200 kepala keluarga dengan 5 RT.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com