Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Meniti Mimpi Anak Buruh Migran Indonesia untuk Bersekolah

Kompas.com - 04/08/2016, 06:28 WIB
Kontributor Pontianak, Yohanes Kurnia Irawan

Penulis

SARAWAK, KOMPAS.com – Mendapatkan akses pendidikan dengan status anak buruh migran di Sarawak, Malaysia bukan perkara yang mudah. Bahkan tak ada akses yang bisa dipilih ketika mengikuti orangtua bekerja di suatu daerah.

Merunut pada peraturan ketenagakerjaan setempat yang tertuang dalam Ordinan Buruh nomor 119, tenaga kerja asing tidak boleh membawa tanggungan keluarga mereka. Namun, fakta yang ada berdasarkan data dari Imigrasi Sarawak mencatat sedikitnya terdapat 3.600 anak-anak TKI usia sekolah yang terpaksa harus ikut orangtuanya bekerja.

Para buruh migran ini, bahkan ada yang sudah puluhan tahun menjadi TKI di berbagai perkebunan sawit. Mereka tersebar di sejumlah ladang perusahaan perkebunan kelapa sawit yang ada di Miri dan Bintulu.

Keberadaan Community Learning Center (CLC) yang menjadi pusat kegiatan belajar masyarakat menjadi satu-satunya akses yang bisa mewujudkan mimpi anak buruh migran ini untuk mengenyam pendidikan.

Jenjang yang ada di CLC juga beragam, mulai dari taman kanak-kanak hingga sekolah dasar, meski ada juga satu dua CLC yang memulai jenjang sekolah menengah pertama.

Saat ini, terdapat 15 CLC yang memberikan pendidikan terhadap 805 orang murid yang ada di sarawak. CLC tersebut tersebar di sejumlah perusahaan di antaranya Sarawak Oil Palm Berhad terdapat 5 CLC, Sime Darby Plantation Sarawak ada 3 CLC, Sarawak Plantation Development ada 1 CLC, Wilmar Plantation Sarawak ada 2 CLC, Tradewinds Plantation Sarawak ada 3 CLC, serta 1 CLC yang masih dalam tahap persiapan yaitu di perusahaan Rinwood Pelita Mukah.

Guru yang mengajar di CLC adalah para buruh migran yang direkrut dengan persyaratan minimal lulusan SMA. Para guru ini kemudian mendaptakan bimbingan dan pelatihan rutin yang diselenggarakan Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) Kuching.

Bangunan sekolah yang difasilitasi perusahaan masing-masing memiliki kondisi yang berbeda-beda. Ada yang dibangun dengan gedung khusus, ada pula yang memanfaatkan rumah barak para buruh yang disulap menjadi ruangan kelas.

Setiap CLC rata-rata memiliki satu hingga dua orang guru yang mengajar. Beberapa pertimbangan perusahaan di antaranya adalah agar anak-anak ini tidak berkeliaran di areal perkebunan.

KOMPAS.com/ Yohanes Kurnia Irawan Salah satu bagian ruangan yang digunakan sebagai tempat proses belajar mengajar di CLC Ladong.
Selain itu, tentu saja menghindari adanya tudingan mempekerjakan anak dibawah umur, karena bisa saja anak-anak usia sekolah ini turut membantu orangtua mereka dengan mengumpulkan buah sawit untuk mendapatkan tambahan ringgit.

Bisa baca tulis

Konsul Jenderal KJRI Kuching, Jahar Gultom, mengatakan, keberadaan CLC ini setidaknya minimal bisa mengajarkan mereka untuk bisa membaca, menulis dan berhitung.

Mereka yang bersekolah di CLC pun tak perlu khawatir untuk bisa melanjutkan pendidikan menengah di Indonesia, karena mereka juga mendapatkan buku laporan pendidikan (raport) yang di akui secara sah dan bisa dipergunakan untuk melanjutkan pendidikan.

“Saat ini juga ada sekolah yang sudah siap untuk menyelanggarakan ujian kelulusan untuk para siswa, mereka bisa mengikuti ujian penyetaraan paket A untuk sekolah dasar dan paket B untuk sekolah menengah pertama, sehingga mereka bisa melanjutkan pendidikan di Indonesia,” ujar Jahar, Selasa (2/8/2016).

Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan juga sudah menyalurkan sejumlah bantuan yang bertujuan untuk meningkatkan fasilitas yang menunjang proses kegiatan belajar mengajar. Bantuan tersebut antara lain dana operasional pendidikan, buku pelajaran, alat peraga, pakaian seragam dan bantuan lainnya.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com