Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Peternak: Bantuan Bibit Sapi Impor Hanya Dinikmati Pengusaha Besar

Kompas.com - 06/06/2016, 13:16 WIB
Kontributor Ungaran, Syahrul Munir

Penulis

UNGARAN, KOMPAS.com - Rencana pemerintah membuka keran impor sapi guna menekan harga daging sapi di pasaran mengancam kelangsungan para peternak lokal. Lebih-lebih target pemerintah yang akan menurunkan harga daging sapi hingga dikisaran Rp 80.000 perkilogram dinilai tidak realistis, bahkan justru akan merugikan para peternak lokal.

"Kalau harga daging Rp 80.000 itu kan masyarakat petani jadi resah.Karena bibitnya itu sudah mahal. Kalau bibit itu yang bagus sampai Rp 46.000 (perkilogram) kadang lebih," kata Harun, salah satu peternak sapi di Bawen, Kabupaten Semarang, Senin (6/6/2016).

Ketua Kelompok Tani Ternak Bangunrejo, Desa Polosiri, Kecamatan Bawen, Kabupaten Semarang, Juwarto mengatakan, tingginya harga daging sapi seharusnya tidak dimaknai dengan kurangnya pasokan daging sapi di pasaran. Sehingga rencana penurunan harga daging menjadi Rp 80.000 per kilogramnya, bukan serta merta jalan keluarnya hanyalah membuka keran impor.

Menurut dia, seharusnya pemerinta secara bertahap mensubsidi bibit sapi potong dan pakan. Sebab kedua elemen tersebut yang membuat ongkos produksi budidaya sapi potong menjadi mahal.

Peternak lokal di Kabupaten Semarang sebenarnya dapat menerima skema penuruna harga daging, asalkan mereka tidak merugi. Misalnya dengan memberikan bantuan bibit sapi berkualitas kepada petani.

"Mungkin dari petani ya bisa menerima, tapi untuk impor dari Australia itu enggak harus dipotong. Tapi harus dikasihkan petani dulu. Di sini yang kita gemukkan itu sapi lokalan, belum pernah menggemukkan bakalan sapi Australia dari pemerintah. Cuma pengusaha besar yang dapat, petani belum menikmati," kata Juwarto.

Senada, Kepala Bidang Kesehatan Hewan Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Semarang, Sri Handayani mengatakan, reaksi pemerintah dengan membuka keran impor untuk menekan harga daging di pasaran dinilai tidak efektif. Justru kebijakan instan tersebut malah akan mematikan kelangsungan usaha peternak lokal.

Menurut Sri, kebijakan pemerintah untuk menurunkan harga daging dan mendongkrak daya beli konsumen terhadap komoditas daging seharusnya juga memikirkan nasib atau kepentingan para peternak.

"Petani ini memelihara dengan waktu yang lama, katakanlah enam bulanan dengan ongkos produksi yang tinggi. Ketika dalam waktu dekat harga ditekan sampai Rp 80.000, ini tentunya akan menjadikan kendala bagi petani. Karena pasti di lapangan harga sapi akan turun drastis. Sehingga petani ketika mau menjual ternaknya ke pasaran, dia tidak akan mendapatkan hasil apapun. Bahkan mungkin akan merugi," kata Sri.

Pengendalian harga daging seharusnya tidak bersifat reaksioner, melainkan perlu memikirkan efek jangka menengah dan jangka panjangnya.

Pemerintah, sebutnya,  harus memikirkan kebijakan jangka panjang dengan menguatkan usaha peternakan lokal agar produk mereka bisa bersaing di pasar dalam negeri maupun pasar global.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com