Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Awas! 20 Persen Takjil di Riau Mengandung Bahan Berbahaya

Kompas.com - 04/06/2016, 14:36 WIB

Tim Redaksi

PEKANBARU, KOMPAS.com - Pada 2015 lalu, Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan Riau (BPOM Riau), menemukan 20 persen takjil atau makanan berbuka puasa yang dijual di pasar mengandung bahan berbahaya yang tidak diperuntukkan buat makanan.

Bahan beracun itu adalah pewarna cat Rodamin-B sebesar 86 persen, formalin 9 persen dan boraks 5 persen.

Balai BPOM Riau melakukan pengujian terhadap 371 sampel makanan yang dijual selama bulan Ramadhan tahun lalu di enam kabupaten dan kota se-Riau. Kota yang menjadi objek pengujian yaitu Pekanbaru, Kampar, Indragiri Hilir, Indragiri Hulu, Rokan Hulu, dan Siak.

"Di kota-kota tersebut, kami menemukan pewarna cat Rodamin – B dalam komponen minuman seperti cendol, es delima dan sari buah,” ujar Kepala Bidang Pemeriksaan dan Penyidikan Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan Riau, Adrizal dalam Diskusi tentang Pengawasan Makanan Jelang Ramadhan yang dilaksanakan Dinas Kesehatan Riau di Pekanbaru, Jumat (3/6/2016).

Pada Ramadhan 2016 ini, kata Adrizal, pihaknya akan melakukan pengujian makanan takjil kembali. Pengujian akan dimulai pada hari puasa pertama yang meliputi enam kabupaten dan kota se-Riau.

“Kami akan membawa mobil yang berisi peralatan pengujian langsung di lapangan. Kami mengambil sampel langsung dari pedagang takjil dengan cara membeli. Setelah diuji dan positif mengandung bahan berbahaya, kami akan memperingatkan pedagang agar tidak menjual makanan seperti itu lagi,” kata Adrizal.

Di lapangan, tambah Adrizal, adakalanya pedagang tidak mengetahui makanan yang dijualnya berbahaya buat kesehatan manusia. Hal itu disebabkan pedagang mendapat pasokan dari pengrajin yang menitipkan barangnya kepada pedagang.

Sekretaris Dinas Kesehatan Riau, Yohannes mengungkapkan, temuan dari BBPOM Riau menunjukkan betapa bahayanya bahan makanan yang dijual secara bebas saat bulan puasa. Dia meminta agar masyarakat lebih pintar memilah dan memilih makanan yang lebih sehat untuk dikonsumsi.

“Rodamin, boraks dan formalin tidak akan secara langsung berdampak terhadap kesehatan, namun sedikit demi sedikit akan terakumulasi dalam tubuh sehingga pada akhirnya akan mengganggu fungsi organ tubuh seperti ginjal atau hati,” kata Yohannes.

Rodamin pada Terasi

Diluar kelompok takjil, tambah Adrizal, pihaknya menemukan penggunaan Rodamin-B pada produk olahan terasi dari Kabupaten Indragiri Hilir secara besar-besaran.

Hampir seluruh terasi yang dihasilkan dari Pulau Concong dan Pulau Kijang di daerah perbatasan dengan Provinsi Kepulauan Riau itu, mengandung bahan berbahaya dimaksud.

Ketika Balai BPOM Riau memberi penyuluhan agar pengrajin terasi jangan menggunakan Rodamin-B, para pedagang terasi dengan gampang mengatakan sudah puluhan tahun menggunakan bahan itu dan tidak ada masalah.

"Bahkan ketika kami akan menyita barangnya, mereka meminta kami membayar. Berton-ton Rodamin sudah kami musnahkan di Indragiri Hilir, namun penggunaan bahan itu masih tetap banyak,” kata Adrizal.

Di Pasar Kodim, Kota Pekanbaru, ungkap Adrizal, pedagang grosir menerima ikan dari beberapa lokasi di Sumatera Utara dan Riau yang mengandung unsur formalin.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com