Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Wisnu Nugroho
Pemimpin Redaksi Kompas.com

Wartawan Kompas. Pernah bertugas di Surabaya, Yogyakarta dan Istana Kepresidenan Jakarta dengan kegembiraan tetap sama: bersepeda. Menulis sejumlah buku tidak penting.

Tidak semua upaya baik lekas mewujud. Panjang umur upaya-upaya baik ~ @beginu

Bukan Gempa, tetapi Bangunan yang "Membunuh" Yogyakarta

Kompas.com - 27/05/2016, 10:07 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorWisnubrata

Cukup sering saya mengendarai mobil dari Jakarta menuju Yogyakarta via Pantai Utara Jawa. Namun, Sabtu, 27 Mei 2006, atau persis sepuluh tahun lalu, perjalanan dari Jakarta menuju Yogyakarta melintasi jalan yang sama itu terasa panjang dan menyiksa.

Tidak ada rencana untuk ke Yogyakarta hari itu. Gempa bumi di Yogyakarta dan sekitarnya yang kami ketahui dari siaran televisi mengharuskan kami pergi ke Yogyakarta.

Bersamaan dengan berita di televisi yang simpang siur yang menimbulkan kepanikan dengan gambar seadanya, saya mencoba menelepon keluarga di Jogja. Namun, sambungan telepon luar biasa sulitnya pagi itu.

Sekitar pukul 06.30, saya mendapat kabar lewat pesan singkat (SMS) di telepon selular, "Bapak jadi korban gempa dan terluka. Saat ini tengah dibawa ke RS Bethesda bersama ratusan korban lainnya. Pulang Jogja sekarang jika memungkinkan."

Saya coba hubungi untuk informasi lebih rinci tidak bisa. SMS itu datang dari adik ipar saya. Bapak yang dimaksud adalah bapak mertua saya atau ayah dari isteri saya.

Setelah membaca kabar itu, saya lantas memeluk isteri saya dan juga ibu mertua saya. Ibu mertua tinggal di rumah petak yang kami sewa karena kami minta. Dua minggu sebelumnya, cucu pertamanya yang adalah anak kami lahir. 

Sebagai pekerja di Jakarta dan baru pertama memiliki anak, kehadiran ibu mertua meredakan sejumlah cemas. Namun, pagi itu, setelah mendengar berita tentang gempa bumi dan membaca SMS, kecemasan yang lebih rumit kami rasakan bersama. 

Kecemasan rumit itu muncul lantaran tidak cukup jelasnya informasi awal tentang gempa bumi dan kondisi ayah kami. Ketika informasi yang sedikit itu kami dapat, sulit mencari tambahan informasi.

Sekitar satu jam, kami berusaha menghubungi banyak pihak dan sejumlah informasi kami dapat. Berita di televisi dan radio makin jelas menggambarkan dampak gempa bumi di Sabtu pagi itu. Ratusan korban meninggal dikabarkan.

Berdasarkan Stasiun Geofisika Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG) Yogyakarta, gempa tektonik pada 27 Mei 2006 berkekuatan 5,9 skala Richter (SR) dan terjadi pada pukul 05.53.58 di lepas pantai Samudra Hindia. Posisi pusat gempa ada di jarak 38 kilometer selatan Yogyakarta pada kedalaman 33 kilometer.

Kecemasan kami berkurang meskipun tidak hilang. Ketidakpastian kondisi ayah kami membuat cemas itu tetap tinggal. Terlebih ada kabar susulan, kondisi ayah makin memburuk setelah dibawa ke rumah sakit dan tak tertangani karena terlalu banyaknya korban.

Setelah adik ipar saya bisa saya telepon menjelang siang, saya mendapat cerita bahwa ayah terluka parah karena tertimpa tembok tetangga yang roboh karena gempa. Rumah kami ada di Jalan Sultan Agung, Yogyakarta.

Adik ipar saya juga bercerita, banyak korban yang sekarat tidak bisa segera ditolong karena kepanikan luar biasa melanda warga Yogyakarta. Isu tsunami yang diikuti pergerakan orang dalam kepanikan setelah gempa dan kerapnya gempa susulan membuat warga ikut berbondong-bondong menyelamatkan diri sendiri.

Semua orang berlari dari tempatnya mencari tempat yang lebih tinggi. Utara dekat Gunung Merapi yang statusnya awas menjadi salah satu tempat utama warga yang berusaha menyelamatkan diri.

Dalam situasi seperti ini, saya memutuskan untuk ke Yogyakarta. Karena semua penerbangan sipil terganggu, saya memutuskan ke Yogyakarta dengan mobil. Ada tawaran menumpang Hercules milik TNI-AU, namun saya merasa misi kemanusiaan lebih membutuhkannya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Fakta dan Kronologi Bentrokan Warga 2 Desa di Lombok Tengah, 1 Orang Tewas

Fakta dan Kronologi Bentrokan Warga 2 Desa di Lombok Tengah, 1 Orang Tewas

Regional
Komunikasi Politik 'Anti-Mainstream' Komeng yang Uhuyy!

Komunikasi Politik "Anti-Mainstream" Komeng yang Uhuyy!

Regional
Membedah Strategi Komunikasi Multimodal ala Komeng

Membedah Strategi Komunikasi Multimodal ala Komeng

Regional
Kisah Ibu dan Bayinya Terjebak Banjir Bandang Berjam-jam di Demak

Kisah Ibu dan Bayinya Terjebak Banjir Bandang Berjam-jam di Demak

Regional
Warga Kendal Tewas Tertimbun Longsor Saat di Kamar Mandi, Keluarga Sempat Teriaki Korban

Warga Kendal Tewas Tertimbun Longsor Saat di Kamar Mandi, Keluarga Sempat Teriaki Korban

Regional
Balikpapan Catat 317 Kasus HIV Sepanjang 2023

Balikpapan Catat 317 Kasus HIV Sepanjang 2023

Regional
Kasus Kematian akibat DBD di Balikpapan Turun, Vaksinasi Tembus 60 Persen

Kasus Kematian akibat DBD di Balikpapan Turun, Vaksinasi Tembus 60 Persen

Regional
Puan: Seperti Bung Karno, PDI-P Selalu Berjuang Sejahterakan Wong Cilik

Puan: Seperti Bung Karno, PDI-P Selalu Berjuang Sejahterakan Wong Cilik

Regional
Setelah 25 Tahun Konflik Maluku

Setelah 25 Tahun Konflik Maluku

Regional
BMKG: Sumber Gempa Sumedang Belum Teridentifikasi, Warga di Lereng Bukit Diimbau Waspada Longsor

BMKG: Sumber Gempa Sumedang Belum Teridentifikasi, Warga di Lereng Bukit Diimbau Waspada Longsor

Regional
Gempa Sumedang, 53 Rumah Rusak dan 3 Korban Luka Ringan

Gempa Sumedang, 53 Rumah Rusak dan 3 Korban Luka Ringan

Regional
Malam Tahun Baru 2024, Jokowi Jajan Telur Gulung di 'Night Market Ngarsopuro'

Malam Tahun Baru 2024, Jokowi Jajan Telur Gulung di "Night Market Ngarsopuro"

Regional
Sekolah di Malaysia, Pelajar di Perbatasan Indonesia Berangkat Sebelum Matahari Terbit Tiap Hari

Sekolah di Malaysia, Pelajar di Perbatasan Indonesia Berangkat Sebelum Matahari Terbit Tiap Hari

Regional
Kisah Pengojek Indonesia dan Malaysia di Tapal Batas, Berbagi Rezeki di 'Rumah' yang Sama...

Kisah Pengojek Indonesia dan Malaysia di Tapal Batas, Berbagi Rezeki di "Rumah" yang Sama...

Regional
Menara Pengintai Khas Dayak Bidayuh Jadi Daya Tarik PLBN Jagoi Babang

Menara Pengintai Khas Dayak Bidayuh Jadi Daya Tarik PLBN Jagoi Babang

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com