Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengadilan Kedua Pengusaha Cabul di Kediri Dianggap Sudah Layak

Kompas.com - 24/05/2016, 05:36 WIB
M Agus Fauzul Hakim

Penulis

KEDIRI, KOMPAS.com — Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Kabupaten Kediri, Jawa Timur, menolak mengklasifikasikan kasus pencabulan terhadap anak dengan terdakwa Sony Sandra (63) sebagai ne bis in idem.

Persidangan dianggap tetap layak digelar meski perkara yang hampir sama juga sudah diputus di PN Kota Kediri.

Ketua Majelis Hakim PN Kabupaten Kediri I Komang Dediek Prayoga dalam pembacaan memori putusan terdakwa Sony Sandra, Senin (23/5/2016), menyatakan, perkara tersebut tetap berjalan di dua pengadilan karena sejak awal mempunyai kesamaan waktu pemeriksaannya.

Selain itu, meski PN Kota Kediri sudah menjatuhkan putusan terhadap terdakwa, tetapi putusan itu belum berkekuatan tetap sehingga belum dianggap masuk unsur ne bis in idem.

Ne bis in idem adalah asas hukum yang melarang terdakwa diadili lebih dari satu kali atas satu perbuatan kalau sudah ada keputusan yang menghukum atau membebaskannya.

Asas ini, sebagaimana hakim jelaskan, bisa berlaku jika salah satu prasyaratnya, yakni sudah mempunyai kekuatan hukum tetap, terpenuhi.

"Pemeriksaan perkara ini tidak terkena ne bis in idem," ujar I Komang Dediek Prayogi dalam menanggapi nota pembelaan yang dilakukan oleh pihak kuasa hukum terdakwa.

Dalam persidangan itu, majelis hakim yang beranggotakan Lila Sari dan Purnomo Adi akhirnya menyatakan terdakwa bersalah dan mengganjarnya dengan 10 tahun penjara dan denda Rp 300 juta subsider 5 bulan kurungan jika denda itu tidak dibayar.

Putusan itu lebih rendah empat tahun dari tuntutan jaksa penuntut umum 14 tahun penjara.

Terdakwa dikenakan Pasal 81 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak sebagaimana diubah menjadi UU 35 Tahun 2014. Jika ditotal dengan putusan yang telah dijatuhkan oleh PN Kota Kediri yang berlangsung pada 23 Mei 2016, seberat 9 tahun penjara dan denda Rp 250 juta subsider 4 bulan, maka jumlah total hukuman terhadap pelaku adalah 19 tahun 9 bulan.

Pihak kuasa hukum Sony Sandra, Sudirman Sidabuke, mengaku tidak habis pikir dengan adanya dua persidangan itu. Menurut dia, secara norma hukum, pemeriksaan seharusnya hanya cukup dilakukan oleh satu pengadilan dengan satu berkas perkara saja.

Hal itu, menurut dia, mengacu pada Pasal 141 KUHAP ketika penuntut umum dapat melakukan penggabungan perkara dan membuatnya dalam satu surat dakwaan.

Dengan adanya dua surat dakwaan itu, kliennya kini mendapat hukuman 19 tahun penjara subsider 9 bulan kurungan jika tidak membayar denda sebesar Rp 550 juta.

Hukuman ini, menurut Sudirman, mengingkari ancaman pidana tertinggi UU Perlindungan Anak ketika ancamannya 15 tahun penjara.

"Putusan seperti ini bisa membuat dunia hukum menjadi chaos," ujar Sudirman Sidabuke sesaat setelah persidangan.

Sudirman menambahkan, sistem hukum nasional tidak menganut sistem pemidanaan kumulatif, yang menambahkan hukuman. Sistem pemidanaan hukum nasional lebih cenderung menggunakan stelsel absorpsi, yakni sanksi terberat mengalahkan sanksi lainnya.

"Jadi, menurut norma, ini (tidak digabungnya perkara) tidak pas," pungkasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pj Gubri Ajak Pemkab Bengkalis Kolaborasi Bangun Jembatan Sungai Pakning-Bengkalis

Pj Gubri Ajak Pemkab Bengkalis Kolaborasi Bangun Jembatan Sungai Pakning-Bengkalis

Regional
Diskominfo Kota Tangerang Raih Penghargaan Perangkat Daerah Paling Inovatif se-Provinsi Banten

Diskominfo Kota Tangerang Raih Penghargaan Perangkat Daerah Paling Inovatif se-Provinsi Banten

Regional
Fakta dan Kronologi Bentrokan Warga 2 Desa di Lombok Tengah, 1 Orang Tewas

Fakta dan Kronologi Bentrokan Warga 2 Desa di Lombok Tengah, 1 Orang Tewas

Regional
Komunikasi Politik 'Anti-Mainstream' Komeng yang Uhuyy!

Komunikasi Politik "Anti-Mainstream" Komeng yang Uhuyy!

Regional
Membedah Strategi Komunikasi Multimodal ala Komeng

Membedah Strategi Komunikasi Multimodal ala Komeng

Regional
Kisah Ibu dan Bayinya Terjebak Banjir Bandang Berjam-jam di Demak

Kisah Ibu dan Bayinya Terjebak Banjir Bandang Berjam-jam di Demak

Regional
Warga Kendal Tewas Tertimbun Longsor Saat di Kamar Mandi, Keluarga Sempat Teriaki Korban

Warga Kendal Tewas Tertimbun Longsor Saat di Kamar Mandi, Keluarga Sempat Teriaki Korban

Regional
Balikpapan Catat 317 Kasus HIV Sepanjang 2023

Balikpapan Catat 317 Kasus HIV Sepanjang 2023

Regional
Kasus Kematian akibat DBD di Balikpapan Turun, Vaksinasi Tembus 60 Persen

Kasus Kematian akibat DBD di Balikpapan Turun, Vaksinasi Tembus 60 Persen

Regional
Puan: Seperti Bung Karno, PDI-P Selalu Berjuang Sejahterakan Wong Cilik

Puan: Seperti Bung Karno, PDI-P Selalu Berjuang Sejahterakan Wong Cilik

Regional
Setelah 25 Tahun Konflik Maluku

Setelah 25 Tahun Konflik Maluku

Regional
BMKG: Sumber Gempa Sumedang Belum Teridentifikasi, Warga di Lereng Bukit Diimbau Waspada Longsor

BMKG: Sumber Gempa Sumedang Belum Teridentifikasi, Warga di Lereng Bukit Diimbau Waspada Longsor

Regional
Gempa Sumedang, 53 Rumah Rusak dan 3 Korban Luka Ringan

Gempa Sumedang, 53 Rumah Rusak dan 3 Korban Luka Ringan

Regional
Malam Tahun Baru 2024, Jokowi Jajan Telur Gulung di 'Night Market Ngarsopuro'

Malam Tahun Baru 2024, Jokowi Jajan Telur Gulung di "Night Market Ngarsopuro"

Regional
Sekolah di Malaysia, Pelajar di Perbatasan Indonesia Berangkat Sebelum Matahari Terbit Tiap Hari

Sekolah di Malaysia, Pelajar di Perbatasan Indonesia Berangkat Sebelum Matahari Terbit Tiap Hari

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com