Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pagi Guru, Sore Jadi Tukang Sampah

Kompas.com - 28/04/2016, 07:37 WIB
Andi Hartik

Penulis

PASURUAN, KOMPAS.com - Jarum jam menunjukkan pukul 15.00 WIB saat Fakhrur Rosyidi memanasi motor beroda tiga pengangkut sampah di depan rumahnya, di Dusun Pandilan I Desa Ranu Klindungan, Kecamatan Grati, Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur, Rabu (27/4/2016).

Saat itu, pria kelahiran 1978 itu bersiap-siap memunguti sampah yang ada di depan rumah warga setempat. Di atas kendaraan itu juga sudah tampak bak sampah yang biasa dipakainya untuk mengumpulkan berbagai serakan sampah.

"Dipanasi dulu mas sebelum berangkat," katanya.

Menjadi tukang sampah sebenanrnya bukan profesi utama Fakhrur. Bapak satu anak itu sebenarnya merupakan guru honorer di SDN Banjarimbo II, Kecamatan Lumbang sejak tahun 2005 silam.

Setiap hari, ia harus menempuh jarak 35 kilometer untuk sampai ke tempatnya mengajar.

"Biasanya saya berangkat pukul 6.30 WIB. Baru sampai ke sekolah pukul 7.30 WIB," tuturnya.

Namun, berprofesi sebagai guru honorer membuatnya hidup serba kekurangan. Sebab, setiap bulan ia hanya menerima gaji sebesar Rp 125.000. Besaran gaji yang belum mampu memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

"Ketika itu, tahun 2008 masyarakat sini menginginkan sampah diangkut terus dibuang ke suatu tempat. Pada waktu itu ditawari siapa yang mau. Akhirnya saya sendiri mengajukan. Istilahnya mencari tambahan," ungkapnya.

Sejak saat itu, kesibukan Fakhrur bertambah. Pagi sampai siang menjadi guru honorer sedangkan sorenya menjadi tukang sampah. "Dulu masih dorong pakai gerobak. Tapi sejak tahun 2012, dapat bantuan motor niaga," sebut dia.

Menjadi tukang sampah tidak semerta-merta membuat hidup Fakhrur tambah membaik. Sebab, dirinya tidak mendapat bayaran tetap dari pemerintah desa setempat.

Fakhrur hanya mengandalkan pemberian dari penghuni rumah yang menggunakan jasanya. Meski begitu, lulusan MAN 3 Malang itu enggan memasang tarif untuk jasanya itu. Ia mengaku hanya menerima sesuai pemberian penghuni rumah tersebut. Ada yang memberi Rp 5.000 tiap bulan, ada juga yang memberinya Rp 10.000 per bulan.

"Sekarang ini sudah lumayan banyak mas. Ada 80 rumah yang saya ambili sampahnya. Kalau dulu hanya 10 rumah," ungkapnya.

Namun demikian, Fakhrur mengaku tidak akan meninggalkan profesinya sebagai guru honorer. Sebab bagi Fakhrur, menjadi guru merupakan sebuah pengabdian.

"Saya ingin sekali mengamalkan ilmu saya yang saya dapat. Karena tanggung jawabnya tidak hanya di dunia," jelasnya.

Daur ulang sampah

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com