Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Napi di Rutan Aceh Besar Bisa Ekspor Hasil Rajutan ke Singapura

Kompas.com - 26/04/2016, 16:01 WIB
Daspriani Y Zamzami

Penulis

ACEH BESAR, KOMPAS.com – Satu persatu jarum sulam ini mengaitkan benang-benang dengan aneka warna. Sebagian sudah terajut dengan rapi, membentuk cikal bakal sebuah tas tangan wanita. Motifnya pun aneka rupa, seramai warnanya.

Si perajutnya pun sesekali menyeka pipinya, ternyata itu bukan keringat tapi air mata. Erna, nama perempuan berkerudung hijau itu yang sedang merajut sebuah tas.

Penasaran, Kompas.com pun menghampirinya dan bertanya mengapa ia terlihat sesunggukan menangis. Sambil terbata-bata, Erna (38) mengatakan bahwa dirinya terharu dengan ceramah yang disampaikan seorang ustaz.

“Saya terharu mendengar ceramah bapak yang didepan barusan yang menyentuh tentang perempuan, ibu dan anak. Saya jadi teringat anak saya yang kini berjauhan dengan saya,” ujarnya.

Erna memang sedang jauh dari anaknya. Sang anak berada di Pekanbaru, Riau. Sedangkan ia berada di Aceh.

Erna bukan sedang bekerja atau mencari penghidupan dengan merantau. Melainkan sedang menjalani masa hukumannya. Ia adalah seorang narapidana. Narkoba membuatnya harus menghabiskan masa hukuman 10 tahun di Rumah Tahanan Wanita dan Anak, Lhoknga, Aceh Besar.

Kini ia baru menjalani hukuman selama satu tahun. Untunglah, setahun berada di sel, Erna ditulari keterampilan merajut.

“Awalnya saya tidak bisa merajut, saya penasaran melihat teman di kamar sel sebelah saya, dia sibuk merajut dan hasilnya bagus-bagus, dan yang bikin saya kagum, hasil karyanya itu bisa menghasilkan uang,” jelas Erna saat ditemui di Rutan Lhoknga, Senin (25/4/2016).

Keahlian merajut tas dan barang-barang lain, kini memang menjadi kegiatan para napi wanita di Rutan Lhoknga saat ini. Sebagian besar napi wanita ini menghabiskan waktu mereka dengan merajut.

“Keahlian ini saya dapatkan dari Kak Ade, di kamar sebelah, dan dengan senang hati dia mengajarkan kami, dan banyak produksi yang sudah dipasarkan keluar rutan,” kisah Erna.

Erna memang belum punya pasar, tapi sekali dia menyelesaikan sebuah tas, ia akan mendapat upah dari Ade sebesar Rp 30.000.

“Uang ini saya tabung dan sebagian dipakai untuk kebutuhan sehari-hari, tas-tas yang sudah jadi dipasarkan oleh Kak Ade,” ujarnya.

Senada dengan itu, Ade (36) mengaku tak sengaja menularkan keahlian merajutnya kepada sesama napi di rutan.

“Awalnya saat itu saya dimintakan oleh anak untuk membuat dompet yang dirajut untuk dibawa ke sekolah. Eh, kemudian dilihat oleh teman-teman, lalu banyak yang minta dibuatkan juga, dan saya pikir ini peluang, lalu kami kembangkan bersama-sama,” ujar Ade.

Melalui anggota keluarganya, Ade kini memang punya pasar tersendiri di luar rutan. Bahkan, beberapa bulan lalu ia berhasil memasarkan tas rajutannya ke Singapura sebanyak 20 unit.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com