Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dari Kain Perca, Lukisan Karya Muhdi Pikat Wisatawan Borobudur

Kompas.com - 06/04/2016, 07:16 WIB
Kontributor Magelang, Ika Fitriana

Penulis

MAGELANG, KOMPAS.com - Kain bekas atau perca hanya dianggap sampah yang layak dibuang oleh sebagian orang. Namun bagi Muhdi (51), kain perca menjadi karya lukisan yamg memiliki nilai seni dan harga yang tinggi.

Dijumpai di kediamannya di Dusun Bumen Jelapan, Desa Karangrejo, Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang, belum lama ini, Muhdi terlihat asyik merangkai lembaran-lembaran perca batik beraneka warna di atas papan triplek.

Tangannya begitu cekatan namun penuh kehati-hatian menempelkan satu per satu lembaran kain beraneka warna dan motif itu.

"Nempelnya harus hati-hati, biar tidak lepas saya pakai paku bundel," kata Muhdi.

Muhdi mengatakan dirinya sedang menyelesaikan sebuah lukisan pesanan dari seorang wisatawan Candi Borobudur. Sudah enam bulan belakangan, Muhdi mulai menerima pesanan lukisan yang sebagian besar bertema alam itu. Pesanan datang dari warga sekitar dan lebih banyak datang dari wisatawan Candi Borobudur.

"Pernah ada pesanan dari Belanda, Taiwan, Perancis, kabanyakan wisawatan yang sudah melihat katalog yang ada di Taman Wisata Candi Borobudur, lalu mereka mampir kemari," kata Muhdi.

Lukisan kain perca batik karya Muhdi tergolong sederhana karena menggunakan bahan-bahan bekas dan alam sekitar, seperti pelepah batang talas yang sudah dikeringkan, kayu triplek, paku bundel, plastik kresek, cat genting, dan tentu saja kain perca batik.

Suami dari Siti Aisyah itu menjelaskan, pelepah batang talas yang ambil di kebunnya itu dibentuk sedemikian rupa sehingga menjadi mirip batang pohon, plastik kresek bening ditempelkan menjadi mirip air terjun, sedangkan kain perca batik dirangkai menjadi mirip tanah, sawah, kebun, burung hingga Candi Borobudur.

Muhdi konsisten memakai kain batik sebagai bahan utama lukisannya karena dinilai memiliki motif yang unik dan khas Indonesia. Hasil lukisannya pun menjadi lebih menarik. Apalagi di sekitar Candi Borobudur banyak produsen kain batik.

"Kain batik yang saya pakai ada yang dikasih, ada juga yang beli Rp 3.000 per kilogram dari beberapa penjahit batik," ungkap dia.

Sampah kain batik

Bapak dua putri ini lantas menceritakan, awalnya mula ia menggeluti lukisan kain batik perca itu karena merasa prihatin melihat banyak sekali kain-kain perca batik di rumah temannya yang seorang penjahit batik di Borobudur.

Ia kemudian meminta kain-kain itu untuk dibawa pulang. Sampai di rumah ia masih bingung untuk mengolah sampah itu menjadi barang yang bermanfaat.

Setelah berdiskusi dengan sang istri, tercetus ide membuat lukisan kain batik. Berbekal keahliannya membuat dekorasi pelaminan pengantin, Muhdi pun mencoba mengkreasikan kain-kain perca itu menjadi berbentuk pemandangan yang indah.

"Saya belajar sendiri, berimajinasi saja, dari dulu memang suka mendekorasi dan sering diminta untuk mendekor pelaminan kalau tetangga atau saudara yang hendak menikah," ungkap dia.

Beberapa karya pertamanya dilirik oleh pihak PT Taman Wisata Candi Borobudur (TWCB) sampai kemudian karya tersebut dicantumkan di katalog aneka kerajinan dan suvenir Borobudur agar dapat dilihat oleh wisatawan.

Dari situ, karya Muhdi semakin dikenal. Tempat tinggalnya pun akan dibangun menjadi sebuah galeri agar wisatawan bisa membeli sekaligus belajar membuat batik kain dari batik perca.

Karya Muhdi dijual dengan harga bervariasi, mulai Rp 45.000 per buah untuk lukisan ukuran 40 x 35 sentimeter, Rp 150.000 untuk ukuran 75 x 90 sentimeter, sampai Rp 3 juta untuk ukuran jumbo 2,5 x 6 meter.

"Harganya tergantung ukuran dan kerumitan dan banyaknya bahan yang dipakai," ujarnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com