Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Banjir Terparah dalam 30 Tahun, Pedagang Ungkit Persoalan Tambang Timah

Kompas.com - 30/03/2016, 10:27 WIB
Heru Dahnur

Penulis

PANGKALPINANG, KOMPAS.com - Dilanda banjir terparah setelah tiga puluh tahun terakhir, para pedagang di Pasar Induk Atrium, Kota Pangkalpinang, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, mulai mengungkit-ungkit faktor penyebab.

Salah satu faktor terjadinya banjir, menurut pedagang, karena maraknya aktivitas tambang Timah Inkonvensional (TI) di hulu sungai.

“Inilah akibatnya kalau TI dibiarkan beraktivitas. Limbahnya dibuang ke sungai. Terjadi pendangkalan sehingga air sungai meluap,” kata pedagang barang kelontong, Hendrik, kepada Kompas.com, Rabu (30/3/2016).

Menurut Hendrik, banjir besar pernah dirasakan pada 30 tahun lalu, namun tidak separah banjir kali ini. Bahkan luapan banjir besar tahun ini dirasakan warga sebanyak dua kali, hanya dalam kurun waktu sebulan terakhir.

“Percuma Sungai Pedindang atau Sungai Rangkuih dikeruk kalau masih ada tambang timah ilegal. Mereka penambang mengambil biji timah menggunakan air, pasirnya tersisa masuk ke sungai,” papar Hendrik sembari mencuci barang dagangannya menggunakan air genangan banjir persis di depan kios miliknya.

Hari ini, Hendrik dan juga puluhan pedagang lainnya, tidak bisa berjualan secara normal. Banjir setinggi satu meter merendam ruas jalan hingga kios dan lapak-lapak milik pedagang.

Barang dagangan berupa bahan pangan terendam banjir dan harus dijemur kembali. Sementara itu, peralatan rumah tangga harus dicuci kembali karena sudah bercampur berlumpur.

Pedagang lainnya, Sunaryo, juga mengeluh lantaran banjir merendam belasan karung cabai dan bawang miliknya. Pedagang yang mengaku sudah lima belas tahun berjualan di Pasar Induk Pangkalpinang ini menyarankan pemerintah untuk melebarkan penampang sungai serta memperbaiki sistem drainase.

“Air dalam pasar ini lambat surutnya karena tidak ada lagi tempat mengalir. Semua sudah meluap,” ujarnya.

Dihubungi terpisah, Kepala Dinas Pekerjaan Umum Pangkalpinang, Suparlan Dulaspar, membenarkan munculnya sedimentasi di sejumlah sungai disebabkan limbah pasir dari tambang timan inkonvensional.

“Kami punya anggaran Rp 1,2 miliar untuk pemeliharaan sungai dan drainase. Tapi ibarat membuang gula ke laut, tidak terasa manisnya,” ujar Suparlan.

Untuk memperbaiki penampang sungai, pemkot, lanjut Suparlan, telah mengalokasikan pada 2016 ini dana Rp 10 miliar. Jika proyek terealisasi dengan baik, alur sungai diharapkan bisa menampung lebih banyak debit air.

Suparlan juga berharap, tambang timah di sepanjang bantaran sungai bisa ditertibkan pihak terkait.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com