Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Keluarga Nakhoda Kapal yang Disandera Abu Sayyaf Pertanyakan Iktikad Perusahaan

Kompas.com - 30/03/2016, 09:27 WIB

Tim Redaksi

MANADO, KOMPAS.com — Keluarga korban nakhoda Kapal Brahma 12 yang disandera kelompok milisi Abu Sayyaf mempertanyakan niat perusahaan kapal itu dalam menyelesaikan kasus tersebut.

Sam Barahama, kakak dari nakhoda kapal, Peter Tosen Barahama, mengaku cemas dengan situasi ini. Pasalnya, perusahaan tidak lagi memberikan informasi perkembangan.

"Perusahaan kapal itu tidak menghubungi kami lagi, beberapa kali ditelepon malah tidak mau dijawab. Dari awal, justru kami yang proaktif mencari informasi," jelas Sam, Rabu (30/3/2016).

Menurut Sam, keluarga mereka sudah cemas dengan keselamatan adik mereka. Sebab, sesuai kabar yang beredar, para penyandera hanya memberikan waktu hingga hari ini.

"Kami tidak diberi kabar apa pun terkait usaha perusahaan dalam mengupayakan pembebasan kru kapal yang disandera tersebut," kata Sam.

Dia juga menyayangkan pemerintah pusat tidak ada yang menghubungi mereka untuk memberitahukan langkah-langkah apa yang sudah diambil oleh pemerintah dalam menangani pembajakan kapal itu.

(Baca juga: Kapal Indonesia Diduga Disandera Kelompok Abu Sayyaf)

Keluarga Barahama justru hanya mendapat informasi dari pemberitaan di media. Sam mengaku setiap hari ditelepon oleh wartawan dari berbagai media.

"Justru hanya dari media kami tahu perkembangan kasus ini. Memang Bupati Sangihe sudah berkomunikasi dengan kami. Pihaknya memberikan dukungan moril terhadap keluarga kami," ujar Sam.

Peter merupakan pelaut asal Kabupaten Kepulauan Sangihe, Sulawesi Utara. Bersama satu kakaknya lagi, mereka memang menjadi pelaut yang sering menakhodai kapal-kapal ke luar negeri.

Peter menjadi salah satu dari 10 kru kapal Brahma 12 yang disandera Abu Sayyaf dengan meminta uang tebusan sebesar 50 juta peso atau senilai Rp 14,2 miliar.

Saat terjadi penyanderaan, Peter menakhodai Brahma 12, sebuah kapal jenis tug boat yang menarik kapal tongkang Anand 12. Kedua kapal itu bertolak dari Sungai Puting, Kalimantan Selatan, menuju Filipina dengan membawa 7.000 ton batubara.

Tidak diketahui pasti kapan kapal itu dibajak. Perusahaan pemilik kapal baru mengetahui terjadinya pembajakan pada 26 Maret 2016 saat menerima telepon yang mengaku dari kelompok Abu Sayyaf.

Sebelumnya, Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi menegaskan bahwa saat ini pemerintah memprioritaskan keselamatan 10 warga negara Indonesia yang disandera. Menlu menjelaskan, saat ini kapal Brahma 12 sudah dilepas dan berada di otoritas Filipina, sedangkan kapal Anan 12 beserta 10 awak masih dibajak dan belum diketahui posisinya.

Kelompok Abu Sayyaf pun sudah menghubungi perusahaan pemilik kapal sebanyak dua kali sejak 26 Maret 2016. Dalam komunikasi tersebut, penyandera meminta tebusan sebesar 50 juta peso.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com