Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Istilah Deparpolisasi Dinilai Tepat jika Digunakan pada Era Soeharto

Kompas.com - 17/03/2016, 16:05 WIB
Nabilla Tashandra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Syamsuddin Haris, mengatakan, istilah deparpolisasi tak lagi cocok digunakan dalam konteks perpolitikan saat ini.

Ia menilai bahwa pihak-pihak yang menggunakan istilah tersebut salah kaprah.

Istilah tersebut salah, menurut Syamsuddin, terlebih lagi jika muncul setelah Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama maju ke Pilkada DKI Jakarta 2017 lewat jalur independen.

Menurut Syamsuddin, istilah tersebut hanya tepat digunakan pada era Presiden Soeharto karena memiliki makna pembatasan partai politik dalam berkehidupan politik.

"Pada zaman Soeharto kan dibatasi, cuma tiga yang diperbolehkan ikut pemilu," kata Syamsuddin seusai menjadi pembicara dalam acara diskusi di bilangan Thamrin, Jakarta Pusat, Kamis (17/3/2016).

Tudingan bahwa langkah independen Ahok akan menghambat sistem demokrasi, menurut Syamsuddin, juga tidak benar.

Menurut dia, baik pasangan calon yang maju melalui jalur independen maupun perseorangan memiliki status dan kedudukan yang sama secara hukum.

Aturan tersebut, lanjut dia, juga sudah diakomodasi secara tegas melalui putusan Mahkamah Konstitusi, dan sudah diwadahi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pilkada.

"Kalau istilah itu dikenakan saat ini, jelas ngaco," tuturnya.

Istilah deparpolisasi kali pertama dimunculkan Sekretaris DPD PDI-P DKI Jakarta Prasetio Edi Marsudi, yang juga Ketua DPRD DKI. (Baca: Apa Itu Deparpolisasi?)

Prasetio menilai adanya upaya deparpolisasi yang sedang berkembang di Indonesia. Indikatornya, kata dia, adalah adanya upaya untuk meniadakan peran partai politik dalam pemilihan kepala daerah.

Hal itu disampaikan Prasetio dalam menanggapi langkah relawan pendukung Ahok. (Baca: Tanggapi Teman Ahok, PDI-P Akan Lawan Deparpolisasi)

Kelompok relawan itu berupaya agar Basuki atau Ahok bisa ikut Pilkada DKI Jakarta 2017 melalui jalur independen atau tanpa partai.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com