Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tri Mumpuni, Perempuan Pejuang Listrik untuk Desa Terpencil

Kompas.com - 09/03/2016, 15:30 WIB
Reni Susanti

Penulis

Memperingati Hari Perempuan Internasional setiap tanggal 8 Maret, Redaksi Kompas.com menayangkan beberapa artikel yang mengangkat kisah-kisah inspiratif perempuan dari berbagai wilayah Indonesia.


SUBANG, KOMPAS.com
- Tri Mumpuni terlihat sibuk memilih teh di rumahnya, Kampung Panaruban, Desa Cicadas, Kecamatan Segalaherang, Kabupaten Subang.

Di hadapannya terdapat banyak jenis teh. Ada teh dari Srilanka, India, Inggris, Belanda dan tentunya teh dari dalam negeri seperti teh upet. Ada juga teh favoritnya, camomile tea, teh jepang, teh hijau, dan teh hitam yang bau sangit atau gosong.

Hari itu, Tri tidak sedang memilih teh untuk dirinya, tetapi tamunya dari tim CSR salah satu bank.

Di rumah berlantai tiga inilah Tri sering menghabiskan waktunya. Rumah yang indah, cantik, elegan, dan terkesan mewah. Di bagian selatan rumahnya, terdapat kebun kupu-kupu yang dibuatnya tahun 1999.

Kebun ini berisi kupu-kupu yang dikembangkan Tri dan warga sekitar sebagai bentuk pemberdayaan masyarakat. Sementara itu, di bagian utara rumahnya, terdapat belasan kamar yang biasa digunakan untuk pelatihan. Pemandangan rumah bergaya minimalis ini sangat indah.

Namun di rumah ini, Tri dan keluarganya tidak sedang bersantai ria. Dia tetap bekerja mengembangkan teknologi mikrohidro. Setiap hari selalu ada tamu yang datang. Kebanyakan di antara mereka adalah lembaga donor atau tim CSR sebuah perusahaan yang ingin menggunakan uangnya untuk kegiatan sosial.

Peran ganda

KOMPAS.com/RENI SUSANTI Tri Mumpuni

Meskipun Tri memiliki beberapa orang pembantu, dia melayani sendiri tamunya. Hal yang pertama dilakukannya adalah menawari sang tamu teh. Bahkan ia tak segan berbagi tentang banyak hal termasuk teh, sebelum ia membahas inti persoalan mikrohidro.

Sambil menyiapkan teh, perempuan kelahiran Semarang, 6 Agustus 1964 ini meminta pembantu menyiapkan makanan untuk tamu.

“Itulah perempuan di Indonesia, lebih punya peran ganda dan agak berat. Kalau dia sukses di luar, dia harus sukses di urusan domestik,” ujar Tri.

Misalnya, jika ada rapat sampai sore bahkan malam hari, perempuan harus menyiapkan dulu menu makan malam bersama pembantu. Istri juga harus minta izin suami jika terpaksa harus rapat sampai sore dan telat sampai di rumah. Hal begini juga tidak boleh terlalu sering terjadi. Ini sebuah konsekuensi logis dari budaya Indonesia yang lahir dengan budaya Jawa, bahwa perempuan itu garwa (sigaraning nyawa), belahan jiwa.

“Artinya kita harus mengurus suami dengan benar. Sehebat dan sesukses apapun, suami tetap menjadi prioritas dalam hidup kita, karena dalam agama dia juga imam kita,” tutur dia.

Berbeda dengan kaum pria, ungkapnya. Pria bisa rapat sampai kapan pun dengan hanya tinggal telepon ke rumah memberi tahu kalau harus berada di luar sampai malam, telat pulang atau tidak bisa makan malam bersama. Tri menjelaskan, semua hambatan dalam urusan gender, kembali pada bagaimana perempuan menyikapinya.

"Dibuat susah ya susah, dibuat complicated juga bisa, namun kalau kita menyikapinya dengan mudah dan kita menjalani dengan ikhlas, hambatan gender menjadi tidak berarti," katanya seraya melanjutkan bahwa anaknya memang kadang protes dengan kesibukannya.

Namun demikian, lanjut Tri, perempuan Indonesia harus lebih banyak berjuang untuk berkontribusi langsung kepada kemajuan bangsa ke depannya. Dimulai dari yang paling kecil, diberikan kepada yang paling membutuhkan, pelan-pelan hal ini akan tumbuh menjadi besar.

Meskipun memiliki peran ganda, Tri tetap sukses di luar. Ia tercatat mengantongi beberapa penghargaan seperti Climate Hero 2005 dari World Wildlife for Nature. Bahkan di April 2010, Presiden AS Barack Obama memuji Tri dalam acara Presidential Summit on Enterpreneurship di Washingtong. Obama mengapreasiasi kiprah Tri Mumpuni mempelopori pembangkit listrik mikrohidro di pedesaan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com