Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Lahir Prematur dan Alami Dehidrasi, Si Benar Mati

Kompas.com - 29/02/2016, 10:10 WIB
Kontributor Medan, Mei Leandha

Penulis

MEDAN, KOMPAS.com - Cuma bertahan hidup sembilan hari, Si Benar, seekor bayi Harimau Sumatera yang lahir, Kamis (18/2/2016), ditemukan mati di kandang sempit di Taman Margasatwa Medan atau Medan Zoo, Jumat (26/2/2016) dinihari.

Ketika dikonfirmasi, Aini, Humas Taman Margasatwa Medan, menyuruh langsung menghubungi Drh Sucitrawan yang menangani Si Benar.

"Si Benar, bayi harimau anak dari betina Manis dan jantan Anhar, diketahui mati oleh petugas Medan Zoo pada Jumat kemarin saat membersihkan kandang dan hendak memberi makan. Ini bukan yang pertama, pada 2012 lalu, si Manis juga sempat melahirkan dua ekor bayi dan mati juga," kata Sucitrawan, Senin (29/2/2016).

Menurut dia, kematian Benar disebabkan usia kelahiran yang belum sempurna atau prematur. Kemudian berat badannya saat ditimbang mati hanya 600 gram. Seharusnya, berat badan normal bayi seusianya sekitar 1,1 kilogram.

"Normalnya 155 hari, tapi yang ini baru sekitar 65-75 hari. Kemungkinan juga dehidrasi. Air susu induk juga kurang karena usianya sudah 18 tahun. Saat-saat baru lahir induknya sangat sensitif. Kalau bayinya diambil induknya akan marah dan tidak akan mau merawatnya lagi. Kami lakukan pemantauan dan pemberian vitamin melalui induknya. Meskipun air susu sang induk kurang tapi bayi masih mau menyusu," papar Sucitrawan.

Pihaknya sudah melakukan sejumlah prosedur yaitu autopsi yang dihadiri petugas dari Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Sumatera Utara, dengan pembedahan dan pemeriksaan menyeluruh untuk mengetahui kemungkinan adanya penyakit yang menyebabkan kematian bayi binatang dilindungi tersebut.

"Hasilnya, tidak ada penyakit dan murni kematian akibat dehidrasi dan kekurangan cairan, ditambah prematur atau tidak cukup umur," tambahnya.

Sucitrawan menjelaskan, dari jumlah kelahiran yang hanya seekor, ini dianggap tidak produktif sebab biasanya kelahiran minimal dua ekor. Mengingat si Manis sudah tidak produktif akibat usianya, maka tidak memungkinkan lagi untuk dikawinkan dengan pejantan Anhar.

"Usia Harimau Sumatera di hutan sekitar 17 tahun, sedangkan di lembaga konservasi seperti di Medan Zoo, usianya bisa mencapai 18 hingga 20 tahun. Artinya, si Manis tidak bisa dikawinkan lagi. Untuk Harimau Sumatera, usia dewasa kelamin sekitar tiga tahun, manusia 15 tahun. Artinya satu banding tiga usianya dengan manusia. Langkah pengembangan dengan cara mencari betina-betina muda yang lebih produktif akan dilakukan. Sudah cukuplah si Manis karena usianya sudah tua. Daripada jadi masalah, mati lagi bayinya, tidak baik jadinya,” katanya lagi.

Dia bilang, bangkai bayi harimau itu masih di klinik Medan Zoo. Rencananya akan diawetkan sebagai bentuk upaya lain dari penelitian dan pendidikan tentang Harimau Sumatera.

Keterangan Sucitrawan ini berbeda dengan keterangannya dua hari pasca kelahiran. Saat diwawancarai wartawan, saat itu dia mengatakan bayi harimau lahir normal dan kondisinya cukup sehat, dengan berat badan sekitar 2,5 kilogram dan panjang sekitar 31 sentimeter. Usia kelahirannya juga menurut Suci 115 hari.

Menyikapi hal ini, Yoan Dinata, Ketua Forum Harimau Kita, mengatakan kematian bayi Harimau Sumatera ini sangat memprihatinkan. Seharusnya pihak konservasi seperti Medan Zoo mempunyai standar prosedur jelas mengatasi bayi Harimau Sumatera yang lahir jika tidak normal atau prematur.

Kematian ini menunjukkan ada ketidaksiapan pihak pengelola dalam penanganan khusus dan intensif. Perawatan bayi harimau bukan hanya diberikan asupan minum dan vitamin saja namun harus dipantau selama 24 jam.

“Pertanyaannya, apakah Medan Zoo SOP penanganan khusus bayi harimau yang lahir tidak normal? Kami meragukan mereka punya itu,” kata Nata.

Dia berharap ada evaluasi, investigasi dan penyidikan mendalam penyebab kematian ini yang dilakukan internal pengelola.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com