Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengapa ERP di Jalan Pasteur Gagal?

Kompas.com - 11/02/2016, 07:56 WIB
Kontributor Bandung, Dendi Ramdhani

Penulis

BANDUNG, KOMPAS.com - DPRD Kota Bandung akhirnya menolak rancangan peraturan daerah tentang jalan berbayar atau electronic road pricing (ERP) di Jalan Pasteur.

Hal itu diungkapkan Ketua Pansus 10 DPRD Kota Bandung Entang Suryaman dalam Rapat Paripurna yang digelar di Gedung DPRD Kota Bandung, Rabu (10/2/2016) sore.

Entang mengatakan, urgensi penerapan jalan berbayar di Bandung dinilai belum tepat. Penerapan jalan berbayar mesti ditunjang ketersediaan jaringan dan pelayanan angkutan umum massal dalam trayek yang harus memenuhi standar pelayanan.

"Sebagaimana yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 97 Tahun 2012 tentang kriteria retribusi pengendalian lalu lintas. Minimal yang telah diatur dalam Permenhub Nomor 10 Tahun 2012 mengenai standar pelayanan minimal angkutan massal berbasis jalan," ucapnya.

Selain itu, Pansus 10 tak menemukan ruas jalan mana saja yang bakal dikenakan ERP. "Ruas jalan berbayar harus dicantumkan dalam Perda. Pansus melihat dalam raperda yang diajukan tidak tercantum ruas-ruas jalan mana saja yang akan menggunakan ERP," tambah dia.

Menanggapi hal itu, Wali Kota Bandung Ridwan Kamil menilai, ada sejumlah ganjalan mengapa jalan berbayar sulit diterapkan di Bandung.

"Karena jalan (Pasteur) sumber masalah itu ternyata Jalan Nasional. Jadi antara niat dengan aturan belum memungkinkan. Karena kan retribusi itu nantinya ke PAD, sementara itu jalan nasional," kata dia.

Emil, sapaan akrabnya, berpendapat penerapan retribusi bukan prioritas. Namun dia berharap masyarakat bisa mengakses pintu lain untuk masuk ke Bandung. Agar tidak terjadi penumpukan kendaraan di gerbang tol Pasteur.

"Tujuannya kan bukan keren-kerenan, tapi ada problem yang ingin diselesaian. Saya pelanggan Tol Moh Toha, kenapa orang-orang maunya ke Pasteur terus?" kata Emil.

Dia menambahkan, salah satu solusi kemacaetan di Bandung adalah menghadirkan moda transportasi massal yang modern. "Tunggu LRT dan cable car. Tapi saya juga mau cek ke pusat solusinya seperti apa," kata Emil. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com