Kegiatan ini akan berakhir Senin (08/02/2016). Pengunjung festival ini rata-rata 2.000 orang per hari yang datang dari kota Semarang dan sekitarnya.
“Kegiatan ini aslinya acara komunitas, tapi dikemas dalam segi sosial. Kami tidak menduga akan sebanyak ini yang antusias datang,” kata Firdaus Adinegoro, ketua festival yang juga ketua Komunitas Kuliner Semarang, Minggu (07/02/2106).
Padahal stan yang ada di dalam festival terbatas, hanya 20 stand, sehingga hidangan yang ada laris diburu pengunjung.
Pihak panitia sebelumnya telah memberitahu kepada warga Muslim di kota tersebut untuk tidak mendatangi arena festival. Panitia tidak sungkan akan mengingatkan mereka yang hendak masuk.
“Akan diingatkan semua. Kalau ada ibu-ibu misalnya yang pakai kerudung mau masuk, kami ingatkan ini masakan babi,” tambah Firdaus.
Sebelumnya, festival ini sempat menuai protes dari masyarakat. (baca: Festival Babi Diprotes, Panitia Klaim Sudah Izin Polisi).
Budayawan Semarang Tubagus P Svarajati menuturkan, makanan olahan babi telah lama ada di masyarakat Indonesia, terutama dari daerah Bali, Batak, Nusa Tenggara Timur, Papua hingga Manado. Di wilayah tersebut, menu olahan menjadi menu utama.
“Di kalangan masyarakat Tionghoa di Nusantara, masakan babi pastilah berasal dari budaya kuliner di Tiongkok daratan yang dibawa oleh nenek moyang mereka ke Nusantara,” kata Tubagus.
“Jadi, secara kultural masyarakat Nusantara sudah mengenal masakan babi,” kata dia lagi. (Baca: Budayawan Komentari Festival Masakan Babi di Semarang)
Festival ini sendiri digelar di pelataran Mall Sri Ratu, di Jalan Pemuda Kota Semarang.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.