Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

MUI Deteksi 144 Aliran yang Dinilai Menyimpang di Jawa Barat

Kompas.com - 01/02/2016, 14:19 WIB
Kontributor Bandung, Reni Susanti

Penulis

CIMAHI, KOMPAS.com - Sebanyak 144 aliran di Jawa Barat dianggap menyimpang atau dicurigai menyimpang oleh Majelis Ulama Indonesia. Jumlah tersebut merupakan temuan sejak tahun 2000.

"Ada 144 aliran yang dideteksi. Ada yang aliran sesat, menyimpang, dicurigai, dan masih dilakukan proses investigasi," ujar Sekretaris Umum MUI Jabar, KH Rafani Achyar di Dinas Sosial Jabar, Senin (1/2/2016).

Beberapa aliran yang cukup terdengar, sambung Rafani, di antaranya Lia Eden, Al Kaidah Al Islamiah, Surga Eden, Nilah Ibrahim, Hidup di Balik Hidup di Cirebon, Al-Quran Suci, dan Siliwangi Panjalu di Bogor.

Aliran tersebut, rata-rata berasal dari Cirebon, dan Bogor. "Dan yang paling itu (nyeleneh), Sayuti, tukang cukur di Jalan M Ramdan mengaku sebagai nabi," ucap dia.

Selama ini, MUI terus melakukan pembinaan dan pengawasan. Namun terkadang pihaknya kesulitan karena ketika di cek ke lapangan sudah hilang, lalu berganti dengan wajah baru.

"Orangnya bisa orang lama tapi ada juga orang baru," ucapnya.

Aliran menyimpang, sambung Rafani, bisa dideteksi. Termasuk Gafatar yang sudah dideteksi oleh MUI sejak 2013 lalu.

Saat itu, MUI melakukan kajian analisis tentang Gafatar. Hasilnya, MUI menilai doktrin Gafatar mirip dengan Al Kiadah Al Islamiah pimpinan Mussadeq.

Ia menduga, setelah pimpinannya diamankan, dibentuk yang baru, Gafatar. Hasil tersebut diserahkan pada pemerintah. Namun pemerintah lambat merespons.

Seharusnya, pemerintah lebih tanggap. Termasuk dengan tanda-tanda kepemilikan lahan luas yang begitu cepat.

"Lahan Gafatar itu 8.000 hektar. Harusnya sudah bisa dideteksi ada yang salah. Kan tidak mungkin dapat lahan seluas itu begitu saja. Ada proses pengurusan izin, dan lain-lain," tutur dia.

Kasus Gafatar ini mirip dengan Al-zaytun di Indramayu. Pada kemunculannya, Al-Zaytun memiliki 400 hektar lahan, yang setelah di cek merupakan tanah eks Perhutani. "Sekarang tanah Al Zaytun sudah sangat luas," tutup dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com