Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

PBNU: Mendikbud Harusnya Perintahkan Penerbit Tarik Buku Berbau Radikalisme

Kompas.com - 23/01/2016, 23:05 WIB
Kontributor Ungaran, Syahrul Munir

Penulis

SALATIGA, KOMPAS.com - Ketua PBNU Bidang Pengkaderan, Nusron Wahid meminta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tidak hanya melarang peredaran buku pelajaran yang berbau radikalisme yang ditemukan GP Ansor di Depok, Jawa Barat.

Ia meminta Kemendikbud menarik buku tersebut. (Baca: Kemendikbud Keluarkan Surat Larangan Buku TK Berisi Unsur Kekerasan)

Nusron pun mengaku kecewa dengan pernyataan Mendikbud Anies Baswedan yang mengaku tidak mempunyai kewenangan untuk menarik buku tersebut.

"Disayangkan Mendiknas tidak bisa melarang karena terbentur regulasi. Seharusnya tidak hanya melarang, tetapi juga menarik. Perintahkan penerbitnya untuk menarik," kata Nusron, saat dijumpai dalam acara penganugerahan gelar kehormatan kepada Chairman GarudaFood Group, Sudhamek AWS di Gedung Perpustakaan Notohamidjojo, UKSW Salatiga, Sabtu (23/1/2016) siang.

Menurut Nusron, semua buku yang digunakan di lembaga pendidikan di Indonesia seharusnya sudah melalui seleksi Pusat Kurikulum dan Perbukuan Balitbang Kemdikbud RI.

Dengan demikian, lanjut dia, konten atau isi buku yang berbau radikalisme tidak sampai lolos dan diberikan kepada siswa.

Nusron juga menilai negara perlu mengeluarkan International Standard Book Number, atau ISBN di Perpustakaan Nasional sehingga bisa menyeleksi buku-buku penyemai paham radikal tersebut.

"Seleksi penerbitan buku ada (melalui) ISBN. Itu harusnya dibaca dulu. Dipertanyakan kenapa buku tersebut tidak terdeteksi, padahal sudah naik cetak ke-167 sejak diterbitkan pertama tahun 1999," tutur dia.

Selain mengkritik Kemendiknas dalam kasus beredarnya buku TK berbau radikalisme tersebut, Nusron mempertanyakan sikap pihak sekolah yang dinilainya kurang perhatian akan materi buku.

"Sekolah tidak ngeh kurang aware kalau menurut saya. (Kemendikbud) harus selalu menekan bahwa itu bahaya," tutur dia.

Ia juga menyatakan keheranannya akan respons masyarakat maupun organisasi kemasyarakatan terkait kasus buku ini yang tidak seheboh saat menanggapi kasus terompet berbahan kertas sampul Al Qur'an yang mencuat beberapa waktu lalu.

Pihaknya meminta kepada seluruh jajaran NU dan Muhammadiyah sebagai ormas keagamaan yang moderat untuk melihat kasus penemuan buku radikal tersebut sebagai momentum meningkatkan kewaspadaan akan ancaman radikalisme di Indonesia.

"NU dan Muhammadiyah ini jangan terjebak rutinitas. Ibarat sapi kebanyakan air, seperti beri-beri. Lemak-lemak didalam NU dan Muhammadiyah harus mulai dibunuh sekarang sehingga bisa lebih responsif, lebih cepat, lebih banyak gerak," kata dia.

Sebelumnya dikabarkan, Gerakan Pemuda Ansor (GP Ansor) merilis laporan adanya buku Metoda Belajar Membaca Praktis dengan judul "Anak Islam Suka Membaca" yang materi ajarnya dianggap tidak tepat untuk anak-anak.

Beberapa substansi buku yang ditemukan di salah satu TK di daerah Depok, Jawa Barat, tersebut dianggap bisa menumbuhkan benih radikalisme. (Baca: Soal Buku TK yang Dianggap Berbau Radikalisme, Ini Komentar Menteri Anies)

Sedikitnya, GP Ansor menemukan ada 32 kalimat dalam lima buku tersebut yang dianggap mengarah pada radikalisme. Beberapa di antaranya adalah "Gegana Ada Dimana", "Bahaya Sabotase", "Cari Lokasi Di Kota Bekasi", "Gelora Hati Ke Saudi", "Bom", "Sahid Di Medan Jihad", hingga "Selesai Raih Bantai Kiai".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com