Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menanti Smelter Freeport dan Kemakmuran Warga di Papua

Kompas.com - 02/12/2015, 05:05 WIB
Kontributor Jayapura, Alfian Kartono

Penulis

JAYAPURA, KOMPAS.com – Di tengah polemik perpanjangan kontrak karya PT Freeport Indonesia (PTFI), sejumlah tokoh masyarakat Kabupaten Mimika berharap agar perusahaan tambang emas yang berpusat di New Orleans itu bisa memberikan sumbangsih lebih besar untuk pembangunan Papua.

Menurut mereka, setelah 40 tahun mengeruk emas dan tembaga dari bumi Mimika, Freeport McMoran (kini berubah nama menjadi FCX-red) telah menjadi perusahaan tambang emas dan tembaga terbesar di dunia.

Namun, selama itu pula Freeport belum memberi kemakmuran bagi warga sekitar.

Karel Gwijangge, tokoh masyarakat Mimika yang baru saja dilantik menjadi anggota DPRD Mimika berharap PTFI menjalankan keinginan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Provinsi Papua untuk membangun Pabrik Pemurnian (smelter) emas dan tembaga di Papua.

Menurut dia, dengan keberadaan smelter dan industri ikutannya di Papua, akan tumbuh kawasan industri baru yang bisa memberi nilai tambah bagi pendapatan asli Kabupaten Mimika dan Provinsi Papua.

“Kami tidak tahu sampai kapan pemerintah pusat memberlakukan otonomi khusus di Papua dan kita tidak tahu sampai kapan Freeport ada di Mimika. Akan sangat baik, sebelum semua itu berakhir, sudah ada sumber pendapatan baru untuk pembangunan di Provinsi Papua,” ungkap Karel kepada Kompas.com, Selasa (1/12/2015).

Mengenai perpanjangan kontrak karya, Karel mengaku sepakat dengan pemerintah pusat untuk tidak melakukan negosiasi sambil menunggu keseriusan PTFI untuk mematuhi Undang-Undang yang berlaku dan keinginan pemerintah.

“Undang-Undang yang mengatur perpanjangan kontrak karya sudah sangat jelas, harusnya tenggat waktu yang ada dimanfaat Freeport menunjukkan niat baik membangun smelter di Timika,” ungkap politisi yang sudah kali ketiga duduk di DPRD Mimika.

Diakuinya, keberadaan PTFI di Mimika menjadi sumber utama pendapatan asli Kabupaten Mimika dan menjadi tumpuan ekonomi masyarakat. Karenanya, ia menjamin bersama tokoh masyarakat Kabupaten Mimika akan memperjuangkan keberadaan perusahaan itu.

“Sama halnya saat awal pemberlakuan UU Minerba, kami memperjuangkan agar perusahaan dapat dispensasi dari Pemerintah untuk tetap melakukan ekspor konsentrat. Kami berharap tuntutan kami membangun smelter di Papua bisa diakomodir perusahaan,” tegas Karel.

Hal senada juga diungkapkan Nurman Karupukaro, tokoh masyarakat Kamoro yang kini duduk sebagai anggota DPRD Mimika.

Menurut politisi Partai Gerindra tersebut, pihaknya pasti akan membahas mengenai kelanjutan keberadaan PTFI di Mimika.

“Pasti kami akan bahas di DPRD nanti, karena Freeport berada di wilayah Kabupaten Mimika. Kami akan mengumpulkan berbagai informasi mengenai untung rugi pembangunan smelter bagi masyarakat Mimika, khususnya warga asli Mimika,” ungkap Nurman.

Mengenai adanya penolakan dari masyarakat asli terkait rencana pembangunan smelter di Timika, menurut Nurman kemungkinan karena kurangnya sosialisasi dari Pemerintah Daerah terkait rencana itu.

Senada dengan Karel, ia mengingat pemerintah daerah untuk melibatkan masyarakat asli dalam mengambil perencanaan pembangunan karena semua lahan di Papua merupakan tanah adat.

“Tergantung dari pendekatan pemerintah daerah, dan saya rasa mereka pun tidak akan menolak jika mereka tahu keuntungan yang diperoleh dengan membangun smelter di Timika,” ungkap mantan anggota TNI yang memilih menjadi politisi tersebut.

Sebelumnya, Pemerintah Provinsi Papua bersama Pemerintah Kabupaten Mimika berencana membangun smelter di Timika dengan pendanaan investor asal China dan penyertaan modal dari Pemerintah Provinsi Papua.

Namun, karena tak mendapat jaminan pasokan konsentrat dari PTFI, dan munculnya penolakan dari masyarakat adat Kamoro, akhirnya rencana ini urung dilaksanakan.

Kepala ESDM Provinsi Papua, Bangun Manurung kepada Kompas.com, mengakui gagalnya rencana itu karena pihak investor mengaku khawatir karena tidak adanya kepastian investasi. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com