Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Aktivis Peduli HIV/AIDS di Kendari Kerap Dicibir dan Diludahi

Kompas.com - 01/12/2015, 21:40 WIB
Kontributor Kendari, Kiki Andi Pati

Penulis

KENDARI, KOMPAS.com – Tidaklah mudah memberikan pemahaman terkait penanganan penyebaran virus HIV/AIDS kepada masyarakat.

Beragam kendala sering aktivis peduli HIV/AIDS saat melakukan sosialisasi penanganan dan pencegahan virus mematikan itu.

Direktur Lembaga Advokasi HIV/AIDS (LAHA) Sulawesi Tenggara (Sultra), Abu Hasan mengenang, banyak yang memprotes bahkan meludahi dia ketia dia memaparkan sosialisasi pencegahan penyebaran virus HIV di kantor Wali Kota Kendari.

“Kejadian kemarin di aula samping ruangan Wakil Walikota Kendari, saat itu saya sampaikan tentang fungsi dan kegunaan kondom. Khususnya bagi para bapak pelanggan atau yang sering “jajan” untuk memakai kondom jika berhubungan dengan wanita penjaja seks, saya diprotes ramai-ramai dan seorang ibu meludah dalam ruangan itu,” kenang Abu Hasan, Selasa (1/12/2015).

Di saat lain, dia ditolak oleh seorang pejabat Dinas Kesehatan Kota Kendari saat hendak membahas tentang rencana dan strategi pencegahan dan penularan virus HIV.

“Tidak terima masukan, sombong sekali itu pejabat. Kalau tidak salah dia itu masih keluarga dengan wali kota Kendari, bukannya pamer tapi kami yang tahu kondisi lapangan,” kata dia.

Abu Hasan menjelaskan, ia bersama dengan pengurus LAHA serta komunitas rentan tertular virus HIV terus menggalakkan pentingnya mencegah perilaku berisiko.

“Penyebaran virus HIV/AIDS terus mengalami peningkatan setiap tahunnya, sudah merata di seluruh kabupaten dan kota di Sultra. Kebanyakan ODHA itu adalah ibu rumah tangga, pelajar dan anak-anak,” katanya.

Menurut Abu, peningkatan kasus HIV/AIDS itu terjadi saat kegiatan pertambangan di Sultra mulai marak pada 2013-2014.

Penularan virus itu diduga berasal dari para pekerja yang datang dari luar Sulawesi Tenggara.

“Termasuk dengan penutupan lokalisasi Gang Dolly, hasil identifikasi kita ada 40 wainta penjaja seks dari sana masuk ke wilayah Sultra. Selain itu, penularannya melalui hubungan seksual sebesar 40 persen, narkoba 15 persen dan transfusi darah 10 persen,” imbuhnya.

Abu Hasan melanjutkan, hambatan lain yang dihadapi ODHA adalah bagaimana mendekatkan mereka dengan fasilitas konseling dan pengobatan.

“Baru ada dua rumah sakit yang melayani pasien ODHA yakni rumah sakit Bahteramas Kendari yang menjadi rujukan pusat, nah bagaimana dengan ODHA yang ada di daerah pulau-pulau. Itu yang harus kita perjuangkan, karena ada kasus mereka sudah kritis dan meninggal akibat tidak ada obatnya,” lanjut Abu.

Meski diakuinya, sudah ada peraturan daerah soal antisipasi dan pencegahan HIV AIDS namun pemda masih kurang perhatian dari sisi dukungan anggaran.

Namun, lanjut Abu, LAHA tetap melakukan koordinasi dan bekerjasama dengan pemerintah daerah dalam penanggulangan HIV/AIDS.

“Untuk Sultra tahun ini hanya Rp 100 juta, kota Kendari Rp 300 juta, kalau di Papua sampai Rp 18 miliar. Untuk operasional LAHA kita dapat bantuan NGO asing, seperti Global Fund, ILO dan USAID,” tambahnya.

Dana bantuan tersebut, kata Abu Hasan, diperuntukkan bagi pendamping orang-orang yang dianggap berisiko.

Sedikitnya 3.000 orang orang yang telah didampingi LAHA damping, tercatat 1200 untuk WPS, LSL 800, Waria 400 orang dan 600 untuk pelanggan WPS.

“ Untuk memudahkan pemantauan dan pemeriksaan, kami menggunakan mobile VCT dan pemeriksaan secara gratis setiap 3 bulan. Termasuk bekerjasama dengan Asosiasi rumah makan (Aroka) dan perhimpunan hotel dan restoran (PHRI) Sultra, sehingga orang yang beresiko terkena virus bisa terpantau,” paparnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com