Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tolak Pilkada Calon Tunggal, Mahasiswa Bawa Keranda Mayat

Kompas.com - 27/11/2015, 15:10 WIB
Kontributor Kupang, Sigiranus Marutho Bere

Penulis

KEFAMENANU, KOMPAS.com - Sejumlah mahasiswa yang tergabung dalam Gerakan Barisan Rakyat Penyelamat Demokrasi (Gebrak) Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU), Nusa Tenggara Timur (NTT), menggelar aksi unjuk rasa menolak pemilihan calon kepala daerah (Pilkada) dengan calon tunggal di daerah itu.

Dalam aksinya itu, mahasiswa membawa keranda mayat lengkap dengan daun palem dan juga beberapa poster yang bertuliskan turut berduka cita atas matinya demokrasi di TTU.

Berdasarkan pantauan, Jumat (27/11/2015), mahasiswa yang menggunakan dua unit mobil bak terbuka dan belasan kendaraan roda dengan pengeras suara membawa keranda mayat sambil mengelilingi kota Kefamenanu dan berorasi menolak pilkada TTU.

Pada saat berada di depan kantor Kejaksaan Negeri Kefamenanu, mahasiswa sempat berorasi selama kurang lebih 10 menit.

Mereka menuntut pihak kejaksaan untuk segera menangkap dan mengadili Komisi Pemilihan Umum (KPU) TTU dan Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) TTU yang telah merugikan keuangan negara, karena telah memfasilitasi proses dan tahapan pilkada TTU yang cacat hukum.

Puas berorasi, mahasiswa kemudian menuju simpang empat terminal Kota Kefamenanu dan berorasi secara bergantian. Aksi mahasiswa itu dikawal oleh puluhan aparat Kepolisian Resor TTU.

Koordinator Umum Gebrak, Ernezto Guevara Tikneon mengatakan, ketika KPU TTU menghentikan seluruh tahapan pilkada 11 Agustus 2015 lalu, belum ada satu pun pasangan kepala daerah yang ditetapkan oleh KPU TTU, sehingga bila mengikuti putusan MK, maka pelaksaan Pilkada calon tunggal di Kabupaten TTU harus dilakukan dari tahapan awal.

“Tapi anehnya yang dilakukan KPU TTU, dengan semena-mena melanjutkan saja tahapan Pilkada, apalagi pelaksaan lanjutan tahapan, tidak ada dasar hukumnya dan belum ada undang-undang yang secara rinci dan tegas mengatur tentang hal itu,” tegas Ernezto.

Dengan demikian, lanjut Ernezto, seluruh tahapan dan proses pilkada yang dilanjutkan oleh KPU TTU adalah ilegal dan cacat hukum sehingga penggunaan keuangan daerah dalam pelaksaan lanjutan tahapan dan proses pilkada yang dilakukan KPU yang diamini Panwaslu adalah penggunaan keuangan daerah yang tidak sah.

“Itu merupakan tindak pidana korupsi, sebagaimana yang diatur dalam pasal 2 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 junto Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011, tentang pemberantasan tindak pidana korupsi dengan melawan hukum untuk perkaya diri dan dapat merugikan keuangan negara,” jelasnya.

Dampak yang sangat serius dari diperbolehkannya pasangan calon tunggal dalam Pilkada, yakni MK sudah merebut dan mengobrak abrik hak demokrasi rakyat serta membuat demokrasi mati suri dan berjalan mundur di Indonesia.

Karena itu, lanjut Ernezto, pihaknya mendesak Bawaslu RI untuk segera menghentikan segala tahapan pilkada pasangan calon tunggal di TTU yang bertentangan dengan putusan MK dan cacat hukum.

“Kami juga mendesak Kejaksaan negeri Kefamenanu untuk segera menangkap dan mengadili Komisi Pemilihan Umum (KPU) TTU dan Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) TTU yang telah merugikan keuangan negara karena telah memfasilitasi proses dan tahapan pilkada TTU yang cacat hukum,” katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com