Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengenal Lenguing Ajang, Sosok Guru di Perbatasan RI-Malaysia

Kompas.com - 25/11/2015, 12:50 WIB
Kontributor Samarinda, Gusti Nara

Penulis

MAHAKAM ULU, KOMPAS.com - Para pendidik di perbatasan Indonesia–Malaysia, tepatnya di Kecamatan Long Apari, Kabupaten Mahakam Ulu, Kalimantan Timur, patut menjadi salah satu contoh keteladanan guru.

Meski harus berjuang di daerah terpencil yang terisolasi, para guru di perbatasan ini tidak pernah mengeluh. Dengan gaji yang kecil, mereka tetap mengajar, demi masa depan anak-anak perbatasan.

Lenguing Ajang, istri Kepala Desa Long Penaneh di Kecamatan Long Apari salah satunya. Sebagai Kepala Administrasi di SMP 1 Long Apari, Lenguing dikenal sebagai guru yang ramah.

Dengan Bahasa Indonesia yang terbata-bata, Lenguing tetap berusa mengajar menggunakan Bahasa Indonesia.

“Kalau di Perbatasan kan kami selalu menggunakan Bahasa Dayak. Kalau berbahasa Indonesia, dalam kegiatan sehari-hari itu jarang saja. Tapi kalau di sekolah, wajib pakai Bahasa Indonesia,” kata Lenguing.

Puluhan tahun mengajar, Lenguing sudah merasakan bagaimana sulitnya menjadi guru di perbatasan.

Sulitnya mengakses kurikulum terbaru dari Dinas Pendidikan, menjadi salah satu contoh ketertinggalan sekolah-sekolah di perbatasan.

Buku-buku pelajaran pun tidak lengkap, sehingga siswa harus belajar dengan buku seadanya. “Kalau kami ke Ibukota Samarinda, kami pasti cari buku-buku pelajaran terbaru. Kami berusaha melengkapi buku-buku yang ada. Tapi agak susah kalau mau ke Ibu Kota," kata dia.

"Guru-guru di perbatasan sangat sedikit, jadi kami tidak bisa pergi-pergi seenaknya kalau tidak libur,” ujar dia.

Kesulitannya menjangkau akses internet, juga menjadi masalah di perbatasan. Ketika pelajar di kota besar sudah mengerti bagaimana menggunakan internet, siswa di perbatasan tidak semua tahu.

“Jangankan internet, jaringan telepon saja putus-putus. Ya inilah perbatasan, walaupun serba kekurangan tapi siswa-siswa kami semangat belajar,” kata Lenguing lagi.

Lenguing mengaku sangat senang, ketika kemauan sekolah dari siswanya terus tumbuh. Ketika lulus SMA, rata-rata muridnya akan pergi ke Ibu Kota dan menempuh pendidikan di bangku kuliah.

Linguing menaruh harapan besar, ketika siswa-siswanya telah sarjana, mereka dapat mengabdi di kampung mereka sendiri.

“Kalau sudah lulus sarjana, meski tidak semua, pasti ada lah yang akan mengabdi di kampung mereka sendiri. saya berharap besar pada siswa-siswa yang sudah ke Ibu kota," ungkap dia.

"Ketika mereka sukses, maka mereka juga akan menyukseskan kampung mereka di Perbatasan,” sambung dia.

Disinggung tentang tunjangan guru dan gaji yang kecil, Linguing tersenyum. Dia mengaku tidak pernah menyoal masalah gaji, mendidik anak-anak di perbatasan sudah menjadi tugasnya.

Dia lebih memilih mencari kegiatan lain untuk menambah penghasilan. “Saya buat kerajinan tangan dari rotan, saya cari di hutan dan saya bikin kerajinan tangan sendiri. Hasilnya dijual dan harganya lumayan," kata dia.

"Itu sudah bisa menambahi pendapatan untuk kebutuhan rumah tangga di luar gaji guru,” ungkapnya sambil tetap tersenyum. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com