Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sidang Kasus Perdagangan Manusia di Benjina Digelar

Kompas.com - 19/11/2015, 11:03 WIB
KOMPAS.com - Persidangan terhadap lima warga Thailand dan tiga warga Indonesia terkait kasus 'perbudakan' ratusan orang Myanmar di Benjina, Maluku, tengah bergulir di Pengadilan Negeri Tual, sekitar 600 kilometer sebelah tenggara Kota Ambon, Kamis (19/11/2015).

Para terdakwa ditangkap di Benjina, salah satu desa di Kepulauan Aru, Mei lalu.

Mereka terdiri dari Youngyut Nitiwongchaeron, Boonsom Jaika, Surachai Maneephong, Hatsaphon Phaetjakreng, dan Somchit Korraneesuk. Adapun ketiga warga Indonesia ialah Muklis Ohoitenan, Hermanwir Martino, dan Yopi Hanorsian.

Menurut Edy Toto Purba, hakim ketua dalam sidang di Pengadilan Negeri Tual, mereka menghadapi gugatan berupa Pasal 2 ayat 2 Undang-Undang Nomor 21 tahun 2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang.

“Ancaman hukuman menurut pasal itu adalah dipenjara minimal tiga tahun dan maksimal 15 tahun,” kata Edy.

Selain ancaman hukuman penjara, pasal itu memberi sanksi denda minimal Rp120 juta dan maksimal Rp600 juta.

Edy memperkirakan durasi sidang dapat mencapai Januari 2016 mendatang. Pasalnya, selain alur sidang yang masih panjang, tim hakim harus memeriksa sekitar 20 saksi asal Myanmar.

“Terkendala bahasa, tapi dari pihak kedutaan akan menyiapkan penerjemah,” ujarnya.

Para pekerja disekap

Berdasarkan dokumen persidangan, para terdakwa menawari pekerjaan kepada banyak orang dari Myanmar dan Thailand.

Kasus perbudakan di Benjina mengemuka setelah kantor berita Associated Press membuat laporan investigasi.

Menurut laporan itu, sejumlah warga Myanmar didatangkan melalui Thailand untuk dipaksa bekerja untuk PT Pusaka Benjina Resources.

Di dalam kompleks perusahaan berlantai lima itu terdapat kerangkeng-kerangkeng untuk mengurung 'budak-budak' asal Myanmar tersebut dan mereka bekerja 20 hingga 22 jam per hari.

Sebagian korban yang bisa diwawancarai AP mengaku akan dicambuk dengan menggunakan buntut ikan pari beracun jika mengeluh atau mencoba beristirahat.

Salah seorang yang berhasil melarikan diri, Hlaing Min, mengatakan banyak dari 'budak' tersebut yang akhirnya mati di laut.

Thanawuti, seorang nelayan Thailand yang diduga korban perbudakan di Benjina, bercerita, dia dipaksa bekerja keras untuk menguras berton-ton ikan di perairan Maluku dan sekitarnya.

"Kami hanya tidur sangat sebentar. Kami bekerja sampai tangkapan kami penuh. Kapal dapat menampung berton-ton ikan. Kami selalu bekerja di seputar Perairan (Teluk) Ambon, dan jaring kami penuh tangkapan dengan sangat cepat," tuturnya.

Laporan kantor berita AP tersebut sempat dibantah Kapolres Kepulauan Aru, AKBP Howard Huwae, dengan menyebutnya sebagai 'bohong belaka' yang dibesar-besarkan media.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com