Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Long March" Massa Penolak Pabrik Semen Tiba di Kabupaten Demak

Kompas.com - 16/11/2015, 21:58 WIB
Kontributor Semarang, Nazar Nurdin

Penulis

SEMARANG, KOMPAS.com – Aksi long march ratusan warga penolak pembangunan pabrik semen di Kabupaten Pati terhenti di Kabupaten Demak.

Mereka memilih beristirahat dan bermalam di Kecamatan Sayung, Demak.

Tokoh Sedulur Sikep yang juga Koordinator Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng (JMPPK) Gunretno mengatakan, jumlah massa pengikut long march berjumlah 200 orang.

”Perjalanan akan dilanjutkan besok pagi (Selasa),” kata Gunretno, Senin (16/11/2015).

Ratusan orang ini berjalan kaki dari Kecamatan Sukolilo pada Minggu (15/11/2015) malam setelah mengikuti ritual Lamporan.

Hingga malam ini, mereka telah melewati Pati, Kudus dan Kota Demak. Kecamatan Sayung merupakan wilayah perbatasan sebelum masuk ke wilayah Kota Semarang.

Sementara di Kota Semarang, Senin malam diguyur hujan dengan intensitas cukup lebat. Hujan disertai angin terjadi di hampir merata di seluruh kota.

”Besok sebelum ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), kami akan mampir dulu ke Museum Ronggowarsito Semarang,” ujar tokoh muda Samin ini.

Di Museum itulah, Gunretno bersama-sama dengan warga dari lima kabupaten akan bersama-sama menuju kantor PTUN.

Rombongan yang akan ikut menyusul diperkirakan berjumlah 20 truk. Mereka berharap hakim PTUN Semarang memenangkan agar gugatan mereka.

Sehingga, rencana pendirian pabrik semen di wilayah Kabupaten Pati tidak jadi dilaksanakan.

”Kami berharap majelis memenangkan gugatan warga, karena pembangunan pabrik semen merugikan masyarakat,” tambahnya.

Mereka sebelumnya melayangkan gugatan kepada Pemkab Pati karena telah menerbitkan Surat Keputusan (SK) Bupati Pati Nomor 660.1/4767 tahun 2014.

SK itu berisi izin lingkungan pabrik semen serta penambangan batu gamping dan batu lempung kepada PT Sahabat Mulia Sakti (SMS) yang merupakan anak perusahaan PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk.

Penolakan pembangunan pabrik semen dianggap sebagai harga mati. Gunretno meyakini jika penambangan terjadi akan merusak lingkungan hidup dan sumber air yang merugikan para petani.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com