Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengaku Bayar Pungli, Penambang Ilegal Kesal Diusir dari Gunung Botak

Kompas.com - 14/11/2015, 20:52 WIB
Kontributor Ambon, Rahmat Rahman Patty

Penulis

NAMLEA, KOMPAS.com - Sejumlah penambang ilegal merasa kesal karena dipaksa meninggalkan area tambang emas di kawasan Gunung Botak, Pulau Buru, Maluku.

Mereka merasa aparat keamanan dan pemerintah daerah setempat telah bertindak seenak hati karena selama ini oknum aparat itu menikmati pungutan liar atas penambang.

"Mereka memaksa kami meninggalkan Gunung Botak, padahal selama ini mereka menagih jatah dari kami para penambang," kata penambang berinisial Y di Jalur D kawasan Gunung Botak, Sabtu (14/11/2015).

(Baca Usir Penambang Ilegal, Aparat Bakar Tenda dan Tempat Pengolahan Emas)

Ia mengatakan, sebelum pengosongan kawasan tambang dilakukan, setiap penambang yang melewati pos penjagaan wajib membayar upeti Rp 10.000-Rp 15.000 per orang.

Pungutan juga dibebankan kepada pemilik tromol dan pemilik lubang dengan jumlah uang lebih besar.

"Untuk yang mengangkut material dengan sepeda motor itu wajib membayar Rp 15.000. Kalau pikul Rp 10.000, kalau pemilik tromol itu lebih besar lagi," kata dia.

Penambang lain mengaku, hampir semua pihak di Gunung Botak terlibat praktik tersebut.

Ia menuding oknum pemda dan petugas satuan polisi pamong praja Pemerintah Kabupaten Buru juga tidak luput dari praktik kotor tersebut.

"Untuk satpol PP itu jatah mereka juga ada, per hari untuk setiap penambang itu Rp 15.000. Tapi biasanya mereka melakukan penagihan per bulan, jadi totalnya itu Rp 350.000," kata pria berinisial M tersebut.

"Kalau tidak percaya, bisa lihat bukti pembayarannya di saya," kata dia sambil menunjuk bukti penyetoran.

Ia berjanji akan membeberkan hal tersebut saat bertemu Bupati Buru. Menurut dia, tidak ada orang bersih di Gunung Botak karena semua memiliki kepentingan.

Ia kecewa karena aparat setempat hanya berpura-pura seperti orang baik, tetapi selalu mengambil jatah dari para penambang.

"Mereka hanya duduk enak. Kita setengah mati masuk lubang, pikul material, tinggalkan anak istri. Ini namanya apa kalau bukan memeras masyarakat," kata M.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com