Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kewibawaan Negara Dipertaruhkan di Gunung Botak

Kompas.com - 13/11/2015, 15:01 WIB
NAMLEA, KOMPAS — Tenggat yang diberikan kepada para petambang dan pengelola material tambang untuk meninggalkan lokasi tambang liar di Gunung Botak, Kabupaten Buru, Maluku, berakhir hari ini, Jumat (13/11/2015).

Mulai Sabtu, aparat keamanan akan melakukan penegakan hukum terhadap mereka yang masih beraktivitas.

Ketua Lembaga Kalesang Lingkungan Maluku Costansius Kolatfeka, Kamis, mengingatkan, wibawa negara dipertaruhkan dalam penertiban kali ini. Pasalnya, hal yang sama sudah dilakukan 25 kali.

Namun, setelah penertiban, aktivitas kembali berulang seolah negara tidak dihargai oleh petambang atau pihak yang memiliki kepentingan dengan tambang itu. Padahal, penutupan pernah disampaikan langsung oleh Presiden Joko Widodo saat berkunjung ke Pulau Buru.

Pemerintah daerah yang didukung TNI/Polri diminta tidak main-main dengan perintah tersebut.

”Mau jadi apa kalau perintah Bapak Presiden saja tidak dituruti oleh orang-orang di daerah. Presiden adalah simbol negara dan semua yang ada di bawahnya harus tunduk,” katanya.

Oleh karena itu, Costansius berharap pemerintah daerah serius untuk mengosongkan Gunung Botak. Aparat TNI/Polri yang membantu penertiban itu harus didukung.

Dalam pertemuan, Senin, Komandan Komando Distrik Militer 1506 Namlea Letnan Kolonel (Inf) Faisal Rizal dan Wakil Kepala Kepolisian Resor Buru Komisaris Rizal Agus Triyadi menyatakan komitmen mendukung upaya itu.

Kandungan merkuri

Direktur Jenderal Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan Nilanto Perbowo, di Jakarta, Kamis, mengemukakan, pihaknya masih akan mengecek indikasi kandungan merkuri dalam ikan sebagai dampak aktivitas penambangan ilegal di Gunung Botak.

Untuk itu, pihaknya akan bekerja sama dengan Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah dan pemerintah daerah setempat.

Beberapa komoditas perikanan yang rentan terdampak merkuri adalah kerang dan kepiting. Kedua komoditas itu cenderung menetap dengan ruang gerak terbatas.

”Kami belum tahu seberapa banyak sampel ikan yang diambil dari pinggiran pantai dan sebarannya untuk dapat mendeteksi kandungan merkuri di perairan,” ujarnya.

Ia menambahkan, jika dari hasil konsolidasi informasi ditemukan kandungan merkuri melampaui ambang batas, pihaknya akan segera menerbitkan larangan konsumsi ikan bagi masyarakat setempat. (FRN/LKT)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com