Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kabut Asap di Riau Merenggut Nyawa Mereka dari Keluarga

Kompas.com - 31/10/2015, 21:21 WIB
Syahnan Rangkuti

Penulis

KOMPAS.com - Rafka Rafanda Adinata yang masih berumur 2,5 tahun belum mengerti perihal kematian ayahnya Iqbal Ali (31) pada 5 Oktober lalu.

Menurut ibundanya Nanda Febriani (28), setiap menangis dia pasti memanggil ayahnya. Karena ayahnya tidak juga muncul, tangisnya menjadi lebih panjang dari biasanya.

"Memang Rafka, anak saya yang nomor dua  belum mengerti kematian ayahnya. Dia memang  sangat dekat dengan ayahnya. Dari dulu, setiap menangis dia pasti memanggil ayahnya, karena  semasa ayahnya hidup selalu memeluk Rafka apabila sedang menangis," ujar Nanda seusai menerima santuan berupa uang duka Rp 15 juta dari Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa di Pekanbaru, Sabtu (31/10/2015).

Nanda merupakan satu dari empat keluarga korban asap di Pekanbaru, yang menerima santunan itu.

Adapun anak sulungnya Abian Arkan, kata Nanda, hanya mengerti bahwa ayahnya tidur. Setiap malam menjelang tidur, Abian kerap bertanya mengapa ayahnya belum bangun juga.

Sedangkan putri bungsunya Bilqis Azalea yang masih berumur 11 bulan sama sekali tidak mengerti ayahnya sudah tiada. 

Iqbal Ali merupakan salah seorang korban terdampak asap yang meninggal dunia di Pekanbaru awal bulan Oktober.

Pegawai honor di Kanwil Kementerian Agama Riau itu  menderita penyakit asma sejak masih duduk di sekolah tingkat SMP.

Asma Iqbal kambuh disaat asap menyelubungi seluruh udara Riau sejak Agustus 2015. Pada saat menjelang kematiannya, kabut asap di Riau telah menyeruak selama berhari-hari berada dalam kondisi berbahaya.    

Kisah Lutfi

Korban asap lain adalah Ramadani Lutfi (9). Ibunda almarhum Lutfi, Lili Wirmaria (34), menceritakan  semasa hidup, anaknya belum pernah menderita penyakit saluran pernafasan. Bahkan dua hari  sebelum meninggal, anaknya masih bercanda dengan gurunya di sekolah.

Pada tanggal 21 Oktober pagi, Lutfi masih bermain di halaman. Menjelang siang, anaknya mengaku sakit. Tubuhnya panas, demam tinggi dan muntah-muntah.

"Pada sore harinya, Lutfi tidak sadarkan diri dan kami membawanya ke Rumah Sakit Santa Maria. Hanya tiga jam di rumah sakit, dia dipanggil Yang Kuasa. Menurut dokter saluran pernafasannya mengalami gangguan dan gagal nafas, padahal dia belum pernah sakit kecuali demam dan flu semasa hidup" kata Lili.

Menurut Lili, anaknya sangat santun. Di sekolah, dia tidak suka bermain dan disenangi guru. Lutfi memiliki bakat bagus dalam ilmu keagamaan Islam.

KOMPAS/SYAHNAN RANGKUTI Keluarga korban asap yang menerima bantuan. Dari kiri ke kanan, Nanda Febriani, Mukhlis, wakil keluarga Ari Saputra (10) anak keluarga Yurnalis yang meninggal dunia pada 23 Juli 2015 dan Lili Wirmaria.
Pada bulan puasa lalu, tutur Lili, keluarga tidak tahu bahwa Lutfi mengikuti lomba azan. Keluarga baru tahu saat Lutfi pulang membawa piala juara kedua.  Dia sangat bangga menunjukkan piala itu.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com