Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

“Kami Berlayar Hanya Andalkan Matahari, Bulan, dan Bintang”

Kompas.com - 23/10/2015, 11:37 WIB
Kontributor Baubau, Defriatno Neke

Penulis

BAUBAU, KOMPAS.com - Bila saat ini banyak kapal yang berlayar dengan bantuan sistem komputer ataupun alat navigasi yang canggih, tidak demikian dengan para pelaut di Buton, Sulawesi Tenggara.

Mereka masih berlayar hanya menggunakan perhitungan alam yakni matahari, bulan dan bintang. Kapal yang mereka gunakan dikenal dengan nama kapal boti.

Menurut seorang nakhoda kapal dan juga pemilik kapal, warga Desa Sampobalo, La Bunda (54), kapal boti tersebut telah ada sejak masa nenek moyangnya.

“Menurut bapakku, kapal boti ini sudah ada sejak zaman Belanda,” kata La Bunda, di Pelabuhan Jembatan Batu, Kota Bau-Bau, Jumat (23/10/2015).  

Kapal boti yang terbuat dari kayu jati ini pun mempunyai bentuk yang unik. Bagian tengah lambung kapal mempunyai bangunan seperti atap rumah atau bentuk segitiga.

Selain itu tidak terdapat jendela maupun pintu pada bagian samping kapal. 

Sementara, di dalam kapal, terdapat dua bagian. Bagian bawah digunakan sebagai tempat mengangkut berbagai barang seperti kopra, besi tua, kasur, dan lainnya. Di bagian atas digunakan sebagai tempat istirahat atau makan.

Tentu, tidak ada alat navigasi di dalam kapal boti ini.  “Kami ini tidak ada alat penunjuk arah. Kami ini berlayar hanya menggunakan perhitungan matahari, bulan dan bintang,” tutur La Bunda.

Di tempat yang sama, seorang anak buah kapal (ABK), yang juga putra pertama La Bunda,  Darwi (38), mengatakan, bila cuaca buruk akan kelihatan tanda-tanda seperti awan gelap atau bintang di langit.

“Setiap 15 bulan dan 30 bulan, kami selalu menunda pelayaran.  Perhitungan begini sudah kami dapat dari ompu-ompu (kakek) kami yang terus diturunkan kepada kami," kata dia.

"Kami tidak takut tersesat, kami sudah terbiasa dengan perhitungan ini dan selalunya tidak meleset,” ucap dia.

Kapal boti bisa mengarungi laut hingga berminggu-minggu, bahkan berbulan-bulan. Bila banyak angkutan barang, pelayaran akan semakian lama karena berat kapal bertambah.

Belum lagi kapal ini lebih mengandalkan layar daripada mesin kapal yang kapasitasnya hanya 300 horse power. “Kalau ada angin, kami langsung pasang layar. Kalau tidak ada angin baru kami gunakan mesin," ujar Darwi.

Di Desa Sampobalo terdapat tiga kapal boti. Selain di Desa Sampobalo, Desa Dongkala, Kabupaten Buton, juga ada banyak kapal boti.

Kapal ini digunakan untuk usaha turun temurun keluarga yang membeli barang dari satu daerah kemudian dijual kembali ke daerah lain.

"Dulu kapal ini digunakan untuk angkut rempah-rempah. Tapi sekarang kami isi barang, kami beli besi tua dan kopra di Pulau Obi di Maluku, baru kami jual di Jawa sana. Baru kalau dari Jawa kami bawa kasur, kita jual di Ternate atau di Maluku," kata dia.

Tak heran jika saat ini, berlayar dengan menggunakan kapal boti sudah merupakan aktivitas biasa. Kapal-kapal kayu ini telah menaklukkan jalur lautan Jawa, Ternate, Maluku, hingga ke Papua.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com