Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Nyanyi Sunyi Para Pengantin Anak di Sulawesi Barat

Kompas.com - 18/10/2015, 04:21 WIB



MAMUJU, KOMPAS.com — Desa-desa kecil yang tak terhitung jumlahnya memagari garis pantai Pulau Sulawesi. Deretan rumah panggung berjajar di antara pantai-pantai indah dan hutan hijau yang membentang.

Namun, pemandangan indah ini sesungguhnya menyimpan krisis tersembunyi. Sulawesi Barat cukup mengkhawatirkan dalam hal tingkat perkawinan usia anak-anak.

Provinsi ini memiliki prevalensi terbesar di Indonesia untuk anak perempuan yang menikah pada usia di bawah 15 tahun. Masa kecil anak-anak perempuan hilang setiap harinya karena berbagai alasan, seperti budaya, agama, dan ekonomi.

Ayu, bukan nama sebenarnya, adalah salah satu di antara anak-anak perempuan tersebut. Perempuan belasan tahun bersuara lembut ini tinggal di sebuah desa pertanian sepi, sebut saja Desa Amara.

"Ibu dan nenek saya keduanya menikah pada usia 14 tahun," katanya.

Tradisi keluarga berjalan terus. "Saya berusia 15 tahun ketika saya menikah dan suami saya, Ganes, yang berusia 23 tahun."

Ayu dan Ganes menikah di kantor urusan agama (KUA) setempat. Ayu memalsukan usianya. Pemalsuan seperti ini merupakan praktik biasa di desanya karena sebagian besar anak tidak memiliki akta kelahiran.

"Saya hanya mengatakan kepada mereka, saya berusia 18 tahun," katanya.

Para tokoh agama setempat tampaknya tidak melihat usia sebagai penghalang pernikahan. "Apakah anak telah akil balig atau belum ketika mereka berusia sembilan tahun, mereka sudah seharusnya bisa menikah," kata salah seorang tokoh agama.

"Pemerintah hanya mengizinkan orang untuk menikah (pada usia dewasa), yang menurut saya tidak sepenuhnya benar,"  tambah dia.

Dengan restu seorang tokoh agama, pasangan Ayu dan Ganes memasuki kehidupan perkawinan bersama. Ayu segera hamil, yang disusul retaknya hubungan mereka. "Kami mulai bertengkar," kata Ayu.

Perdebatan sengit semakin biasa terjadi. "Suatu hari, Ganes berkemas dengan tasnya dan meninggalkan rumah," kenang Ayu.

Tak lama kemudian, Ayu melahirkan dan menjadi orangtua tunggal. Rencana sekolah, pekerjaan, dan masa depan, semuanya harus dikesampingkan.

Sambil mengayun-ayunkan anaknya agar tertidur, wajah Ayu terlihat lesu. "Saya baik-baik saja sekarang, tetapi saya sering marah," katanya.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Sumber Unicef
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com