Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Walhi Tolak Rencana Pengerukan Pasir Lombok untuk Reklamasi Teluk Benoa

Kompas.com - 13/10/2015, 17:30 WIB
Kontributor Mataram, Karnia Septia

Penulis

MATARAM, KOMPAS.com - Puluhan aktivis Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Nusa Tenggara Barat (NTB), menggelar aksi unjuk rasa menolak rencana pengerukan atau penyedotan pasir di Lombok Timur dan Lombok Barat untuk proyek reklamasi Teluk Benoa, Bali.

Dalam unjuk rasa itu mereka membawa poster bertuliskan "Tolak! Lombok Dikeruk, Bali Diuruk. #Save Lombok #Save Bali" dan berorasi di depan Kantor Gubernur NTB, Selasa (13/10/2015). Dalam orasinya, Walhi mendesak kepada Gubernur NTB untuk mencabut izinyang telah dikeluarkan.

Menurut Walhi segala bentuk pengerukan atau penyedotan pasir, hanya akan merugikan rakyat NTB. Selain akan merubah bentang alam, pengerukan pasir dikhawatirkan merusak ekosistem laut terutama terumbu karang serta menimbulkan ancaman abrasi dan bencana tsunami. Dari data Walhi, terdapat sekitar 16.437 orang nelayan Lombok Timur dan 9.000 orang nelayan Lombok Barat yang yang menggantungkan hidup dari laut.

Kegiatan pengerukan tersebut tentu akan merusak keindahan dan ekosistem laut. Walhi mendesak agar gubernur konsisten terhadap sikap sebelumnya dan tidak memberikan sedikitpun ruang untuk izin pengerukan pasir di Lombok karena hanya akan menimbulkan kerugian bagi rakyat.

"Kedatangan kita untuk mengingatkan gubernur, betul kita tidak melarang orang ingin berinvestasi. Tetapi harus melihat investasi ini menguntungkan atau tidak. Jangan mengeluarkan izin dulu baru dikaji," kata Direktur Walhi NTB Murdani.

Sementara itu, Amri, seorang aktivis Walhi menambahkan, pernyataan gubernur pada Maret 2015 lalu sudah merupakan statement pro-rakyat. Namun nyatanya, ketika datang perusahaan lain yang mengajukan izin serupa, pemerintah provinsi justru memberikan peluang dengan mengeluarkan izin untuk perusahaan yang akan melakukan pengerukan pasir di Lombok.

Para aktivis Walhi itu akhirnya ditemui Kepala Badan Lingkungan Hidup dan Penelitian NTB Henry Erpan Rayes. Menurut Henry, saat ini pemerintah telah mengeluarkan izin penanaman modal. Selanjutnya, pengurusan izin masih harus melalui proses di BKPRD.

"Prosesnya sekarang baru di BKPRD untuk menentukan apakah lokasi usaha ini sesuai dengan tata ruang atau tidak. Kalau nanti dikatakan tidak sesuai dengan tata ruang, selesai sudah urusannya. Kosekuensinya tidak dulanjutkan. Ditolak kalau tidak sesuai, kalau sesuai maka proses berlanjut," kata Henry.

Henry menambahkan, pemerintah masih akan melakukan kajian terkait analisis dampak lingkungan yang akan ditimbulkan pengerukan pasir itu dengan mengundang akademisi dan pakar nasional. Sementara itu, selain melakukan orasi Walhi juga menyampaikan surat terbuka kepada Gubernur NTB yang isinya memohon kepada gubernur untuk mencabut izin yang sudah diterbitkan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com