Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Doa dan Aksi Keprihatinan Seniman Magelang atas Bencana Kabut Asap

Kompas.com - 09/10/2015, 06:58 WIB
Kontributor Magelang, Ika Fitriana

Penulis

MAGELANG, KOMPAS.com - Puluhan orang yang berpakaian serba hitam tiba-tiba menangis histeris. Ada yang sambil menutup muka dengan masker, memegang dada, nafas mereka terengah-engah seolah tak bisa bernafas.

Sebagian terlihat saling tarik-menarik tali tambang. Sebagian lagi sudah terkapar di tanah. Sementara kepulan asap pekat mengepung orang-orang itu.

Seketika muncul pemuda di tengah-tengah mereka, lalu mengucap doa: "Seharian ini mendung. Kami berharap hujan deras turun di daerah bencana asap, yang sungguh perlahan membunuh!"

Itulah beberapa bagian happening art yang dilakukan oleh para seniman Kota Magelang dan pegiat teater Fajar Universitas Muhammadiyah Magelang saat menggelar aksi keprihatinan atas bencana kabut asap yang terjadi di beberapa daerah di Sumatera dan Kalimantan beberapa waktu terakhir. Aksi digelar di kawasan Alun-alun Kota Magelang, Jawa Tengah, Kamis (8/10/2015).

Gepeng Nugroho, koordinator aksi, menjelaskan bahwa aksi bertajuk "Puja Saput Pedut Kabut" itu sebagai simbolisasi penderitaan masyarakat di daerah bencana yang tak kunjung usai. Aktivitas mereka sangat terganggu dengan asap yang kian pekat. Bahaya kesehatan hingga kematian akibat asap mengintai mereka.

"Kami prihatin, kami tidak bisa merasakan apa yang dirasakan saudara kita yang saat ini masih mengalami penderitaan atas bencana kabut asap, yang semakin hari semakin parah. Udara segar nyaris hilang, berubah jadi racun," kata Gepeng.

Pria yang juga guru di SMK 17 Kota Magelang itu menyayangkan masih ada pihak-pihak tertentu yang justru memanfaatkan bencana itu untuk kepentingan politik. Masih ada pula pihak yang saling menyalahkan tanpa ada aksi nyata untuk mengakhiri kabut asap. Sikap seperti itu dinilai tidak akan menyelesaikan masalah.

"Di antara kita, masih ada saja yang hanya saling menyalahkan atas penyebab bencana kabut asap ini. Hal itu justru tidak akan menyelesaikan masalah," ucap Gepeng.

Gepeng menilai bencana kabut asap sejatinya disebabkan oleh ulah manusia yang serakah membuka lahan dan hutan dengan cara membakar demi kepentingan perut mereka sendiri. Mereka tidak peduli, jika cara mereka justru menimbulkan bencana, alam porak-pranda akibat ekosistem yang sudah tidak seimbang lagi hingga mengancam kehidupan masyarakat.

"Mudah-mudahan hujan akan segera turun sehingga diharapkan bisa mengurangi asap itu, semoga Tuhan mengabulkan doa kita," tuturnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com