Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Merasa Diingkari oleh Pemerintah, Mereka Pergi Lepaskan Identitas WNI

Kompas.com - 03/10/2015, 15:47 WIB
Kontributor Kupang, Sigiranus Marutho Bere

Penulis

ATAMBUA, KOMPAS.com - Memilih untuk menjadi warga negara Indonesia pada pasca Referendum Timor Timur tahun 1999 silam menjadi kebanggaan tersendiri buat Cornelio Da Costa Marcal (55).

Pria asal Holarua, Same, Timor Leste ini akhirnya menetap dan menjadi warga Sukabitetek, Desa Leontolu, Kecamatan Raimanuk, Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur (NTT).

Kehidupan keras yang dia jalani di tanah NTT khususnya Timor Barat yang terkenal kering dan tandus, tak menyurutkan semangatnya untuk terus bekerja guna menafkahi sang istri Marthina Noronha dan kedua anaknya Regina Q Marcal dan Gregorio Ramus P Marcal.

Namun kesetiaannya dan nasionalismenya pada ibu pertiwi Indonesia, ia rasakan, tidak dihargai oleh pemerintah pusat hingga daerah. Cornelio dan warga eks Timor Timur lainnya merasa diperlakukan bagai warga kelas dua.

“Sampai saat ini kami belum memiliki tanah sendiri. Kami numpang di tanah milik orang dan menggarap sawah dan kebun milik orang lain. Ini sudah berlangsung sejak tahun 1999 hingga saat ini. Padahal dulu kami dijanjikan oleh Pemerintah Provinsi NTT bahwa akan mendapatkan rumah dan tanah,”kata Cornelio pada Kompas.com, Sabtu (3/10/2015).

Diskriminasi

Bahkan, lanjut Cornelio, perlakuan diskriminatif dari pemerintah daerah dan warga setempat juga kerap diterimanya dan beberapa kerabatnya serta warga eks Timor Timur yang lain.

Baru-baru ini, salah seorang kerabat perempuannya meninggal dunia. Ia bermaksud menguburkan jenazah kerabatnya itu di pekuburan umum di kampung Sukabitetek. Namun, warga tak mengizinkan.

"Terpaksa kami kubur di dalam hutan yang jaraknya sekitar lima kilometer dari rumah kami. Karena tidak ada kendaraan, waktu itu kami hanya pikul jenasahnya saja,” tutur Cornelio.

Karena itu, setelah ia bersama warga lain memutuskan untuk pindah negara, maka keluarganya menggali kuburan dan mengambil kerangka serta tengkorak kerabat perempuan yang dikubur di hutan untuk dibawa ke Timor Leste.

Selain tak memiliki lahan, Cornelio mengaku kondisi ekonomi menjadi alasan ia bersama dan keluarganya memilih untuk pulang kembali (repatriasi) ke kampung halamannya di Timor Leste.

Cornelio yang berprofesi sebagai petani penggarap, hanya memiliki penghasilan pas-pasan yang cukup untuk makan minum sehari. Ia mengaku ingin menghabiskan sisa usianya di tempat kelahirannya yang sudah 16 tahun belum dilihatnya.

”Saya sudah ingat kampung dan keluarga saya di Timor Leste. Di sana masih ada kebun peninggalan orang tua saya yang cocok untuk ditanam kopi sehingga nanti sampai di sana saya akan tanam kopi dan tanam vanili,” cerita Cornelio.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com