Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Untung, Sudana, dan Bekas Tapol '65 di Desa Argosari Terus Cari Keadilan...

Kompas.com - 01/10/2015, 05:55 WIB
Kontributor Balikpapan, Dani J

Penulis

BALIKPAPAN, KOMPAS.com — Rumah papan mungil yang berjajar di RT 3 Desa Argosari Amburawang, Kabupaten Kutai Kartanegara, menjadi pemandangan biasa bagi Untung Sujanto (75) tiap kali membuka jendela rumah tiap pagi. Pemandangan itu selalu membangkitkan kenangan pilu era '70-an.

"Kami merintisnya selama satu tahun dari awalnya hutan menjadi rumah-rumah bisa ditinggali seperti ini,” kata Untung, Rabu (30/9/2015).

Untung, pria kelahiran Sanga-sanga ini adalah mantan serdadu Batalyon Infantri 609 di Balikpapan. Ia menyandang kopral dua saat divonis sebagai simpatisan Pemuda Rakyat, organisasi yang konon dianggap underbow Partai Komunis Indonesia.

Untung menjadi tahanan di sana dari 1971-1979 dan jadi bagian dari 2.500 orang lainnya. Untung mengatakan, penahanan itu serasa membuat sirna seketika kebanggaan sebagai anak pejuang Sanga-sanga, kecintaannya sebagai tentara, kebahagiaan memiliki istri bersama tiga anak balita.

“Anak-anak (hampir) tidak pernah lagi berhubungan hingga kini,” kata Untung.

Untung bebas pada tahun 1979. Ia bergabung dalam 40 tentara, yang juga sesama penghuni kamp Sumberejo, dikirim ke hutan di wilayah administrasi Kota Samarinda. Tempo setahun mereka membuka 50 hektar hutan, mengambil kayunya untuk bangunan rumah, mencetak sawah, kebun, lalu menetap di sana hingga sekarang.

"Seperti inilah rumah aslinya. Dinding kayu. Tidak berubah dari dulu,” kata Untung.

Tak jauh dari rumah Untung, juga ada Maman Sudana (72). Ia juga sempat merasakan kamp Sumberejo. Sudana mengungkap kenangan sama, betapa dirinya diciduk begitu saja dan langsung masuk kamp Sumberejo. Ia yang datang dari Pangalengan rencananya hanya ingin mengadu nasib di Balikpapan.

KOMPAS.com/Dani J Maman Sudana, eks Tapol di Balikpapan, kini hidup tenang sambil membuka toko kelontong di desa Argosari, lahan yang dibukanya setelah bebas dari tahanan. Ia sempat merasakan dinginnya tahanan bagi Tapol di tahun 1971-1977.
Sudana muda mendadak diciduk tentara dan dikirim ke Sumberejo. “Saya ini tidak mengerti apa-apa, ditangkap begitu saja,” katanya.

Ia bebas pada tahun 1977. Pada waktu berikutnya, ia menjadi salah satu orang yang ikut diasingkan di tengah mantan tapol di Argosari. Betapa susah mengawali hidup di sana, kata Sudana, mulai merintis hutan, membangun rumah, menanam padi, hingga beternak sapi potong untuk hidup.

Kekerasan hati untuk bertahan hidup membuahkan hasil. Ia akhirnya memiliki dua anak yang kini telah menikah, bahkan memiliki warung kelontong kecil-kecilan sejak 2006.

“Kami bekerja keras di lahan 3,5 hektar. Kami bikin sawah awalnya, bertani dan berkebun,” kata Sudana.

Untung dan Maman adalah dua dari ratusan warga Argosari yang merupakan mantan tahanan politik. Mereka lebih dari 200 kepala keluarga tapol yang bermukim di sana sejak semula. Perkembangannya, penduduk Argosari lebih dari 300 KK dengan lebih dari 1.000 jiwa di sana.

“Sekarang saja yang tentara itu sekitar 28 orang saja yang tersisa,” kata Untung.

Baik Untung maupun Sudana memiliki keinginan sama, yakni mendapat keadilan. Mereka mengaku tak pernah tahu kesalahan apa yang pantas diganjar dengan hukuman pengasingan di kamp Sumberejo dan pembuangan ke Argosari. Lebih dari 36 tahun, kini mereka masih menanti jawaban.

“Seperti yang dikatakan bapak-bapak yang lain. Juga semua tapol tentu sama harapannya. Kembalikan keadilan pada kami karena kami ini salah apa,” kata Sudana.

Untung sudah pasrah kehilangan istri dan tak lagi dikenal ketiga anaknya. Namun, harapan pemulihan nama baik masih menjadi harapan. “Saya tidak pernah memperoleh kejelasan alasan dipecat. Saya ingin pemulihan,” kata Untung.

“Saya cuma suka main voli di lapangan bertulis Pemuda Rakyat. Tapi karena itu pula saya dianggap bagian dari mereka, dimasukkan ke kamp, tak pernah digaji lagi tak lama setelah itu. Saya menuntut direhabilitasi dan dikembalikan hak saya,” kata dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com