Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Dosa" Administrasi, Alasan Pemecatan Dosen UIN yang Kuliah S-3 di Australia

Kompas.com - 22/09/2015, 19:28 WIB
Kontributor Yogyakarta, Wijaya Kusuma

Penulis

YOGYAKARTA,KOMPAS.com - Achmad Uzair, dosen Prodi Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial Humaniora Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga, menuturkan pihak kampus memecatnya sebagai PNS karena alasan melanggar peraturan administrasi. Dia juga dinilai lebih mendahulukan kepentingan pribadi ketimbang kepentingan negara.

Achmad menuturkan dirinya tidak mengetahui proses pemecatannya sebagai PNS. Hanya saja, dia mengaku sudah lama mendengar isu tersebut.  "Saya menerima SK pemecatan pada 17 September 2015. SK itu dari Kementerian Agama," ucap Achmad, Selasa (22/9/2015).

Menurut dia, surat keputusan pemecatan dirinya sebagai PNS didasari pada hasil pemeriksaan Direktorat Jenderal Kementerian Agama yang menemukan catatan bahwa dirinya selama beberapa waktubtidak masuk kerja serta tidak memberikan perkuliahan secara tatap muka.

Dari pemeriksaan itu, lanjutnya, dirinya dituding telah melakukan pelanggaran administrasi dan lebih mendahulukan kepentingan pribadi daripada negara. Padahal, menurut Achmad, dia pergi melanjutkan studi S-3 untuk menambah ilmu.

Sebagai dosen, lanjutnya, ilmu yang dia dapat nantinya pasti akan diturunkan untuk para mahasiswa lewat proses belajar mengajar. Sama halnya dengan apa yang dilakukannya bertujuan untuk mencerdaskan putra-putri bangsa.

"Kebetulan saya dapat beasiswa S-3 di Australia, sedangkan SK PNS kan datangnya tidak jelas, sementara kesempatan dapat beasiswa kan juga tidak setiap saat," ujarnya.

Dia mengaku, sebelum berangkat ke Australia untuk studi S-3, dia juga telah melayangkan izin meski hanya lisan. Bahkan, usai menerima SK pengangkatan PNS pada Maret 2012, dirinya sempat kembali ke Yogyakarta untuk riset S-3 sekaligus menemui dekan terkait statusnya.

"Saya mengusulkan agar mengajar via online. Lalu jika ada pekerjaan, saya kerjakan di sana (Australia)," tegasnya.

Dia mengaku, sebelum SK pemecatan diterima, dia tidak pernah mendapatkan peringatan atau pemanggilan untuk sidang etik. Dia juga tidak diberikan kesempatan untuk memberikan klarifikasi.

"Tidak ada sidang, tidak ada kesempatan klarifikasi. Saya cari informasi soal keputusan itu saja tidak mendapatkan," tandasnya.

Dia menilai perlu reformasi birokrasi di perguruan tinggi menyangkut pengembangan kapasitas dan akademik di perguruan tinggi yang seharusnya menjadi prioritas ketimbang memenuhi aturan-aturan administrasi.

Jika hanya memprioritaskan aturan-aturan administrasi, maka itu justru akan membelenggu.
"Jangan hanya melihat satu sisi masalah administrasi, tapi juga dilihat kontribusi saya soal keilmuan," tandasnya.

Achmad berharap prinsip keadilan bisa ditegakkan sebab kasus yang menimpanya merupakan bagian kecil dari permasalahan besar birokrasi perguruan tinggi.

"Rektor memberi surat dukungan jika dosen yang bersangkutan (Achmad) sangat dibutuhkan kampus untuk mengembangkan akademik. Dosen-dosen juga menggalang dukungan," pungkasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com