Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ritual "Sundung Wae", Pelampiasan Warga yang Puluhan Tahun Menanti Air Bersih...

Kompas.com - 15/09/2015, 08:59 WIB
Kontributor Manggarai, Markus Makur

Penulis

BORONG, KOMPAS.com - Matahari belum lama bersinar, ketika warga di Kampung Sambikoe, Flores, Nusa Tenggara Timur, berbondong-bondong beranjak dari rumah mereka menuju tempat penampungan air minum yang berada di tengah kampung.

Bukan tanpa komando, sebelumnya Panitia Organisasi Proyek Air (OPA) telah mengumumkan tentang adanya acara ritual "sundung wae" atau "jemput air minum". Seluruh warga desa, tua-muda, laki-laki-perempuan, pemuka adat hingga warga biasa pun bergerak di lokasi itu.

Dengan bergotong royong, atau dalam bahasa setempat disebut "dodo", kaum perempuan menjinjing plastik yang berisi beras, sayur, kopi, kue, gula pasir, serta air minum yang sebelumnya dibeli dari mobil tanki. Sebagian lain terlihat membawa air di dalam jeriken untuk keperluan memasak. 

Terasa sekali solidaritas dan rasa kekeluargaan antara warga di Kampung Sambikoe yang ternyata sudah sangat lama merindukan air minum bersih. Adalah Pater Mansuetus Tus, seorang misionaris asal Kampung Sambikoe yang mengabdi di Italia, memelopori pembangunan sumber air bersih tersebut.

Atas bantuan dana dari Italia pula, proyek pembangunan sarana air bersih di kampung itu bisa terlaksana. Memanfaatkan aliran air dari mata air Nuling, dibangunlah bak penampungan air bersih.

Proyek yang dikerjakan secara swadaya oleh warga setempat dimulai sejak tahun 2014 lalu. Sejak awal perencanaan, inisiatif dari Mansuetus yang mendatangkan ahli air dari Italia demi mendeteksi kandungan air di Nuling sangat membantu kelancaran proyek itu.

Ahli air dari Italia itu pun memeriksa kandungan kapur dari mata air itu. Hasilnya, sumber mata air Nuling ternyata tidak mengandung zat kapur dan sangat layak dikonsumsi.

Ketua OPA Kampung Sambikoe, Rafael Rae, Senin (14/9/2015) kemarin menjelaskan, sejak Kampung Sambikoe dihuni penduduk pada 1959 lalu, wilayah ini selalu mengalami kesulitan air bersih.

Sebab, kampung ini letaknya di bukit, sementara sumber mata air berada di dataran rendah. Sejak tahun 1959 itu, warga Sambikoe harus menimba air minum di dataran rendah, dengan berjalan sejauh enam kilometer.

Bahkan, warga Sambikoe ada yang harus mengambil air dari Kota Waelengga yang jaraknya tujuh kilometer. Derita itu, lanjut Rafael, semakin memuncak ketika musim kemarau tiba. Debit air berkurang, dan air bersih pun menghilang.

Rafael mengakui, warga masyarakat Sambikoe pernah menikmati air minum bersih selama dua tahun. Hal itu atas jasa dari Pastor Paroki Santo Arnoldus dan Yoseph Waelengga, Pater Armin Matier, yang membangun sistem pompa. Namun, proyek air minum itu tidak bertahan, dan warga Sambikoe kembali mengalami kesulitan air.

Ada 85 kepala keluarga dari lima dusun di kawasan itu. Mereka harus membeli air minum bersih dari tanki mobil. Air satu tangki dibeli seharga Rp 250.000.  Untuk satu jeriken besar dihargai Rp 5.000.

Proyek air minum bersih kali ini, kata Rafael, berbeda dengan proyek yang ada sebelumnya. Kali ini pemasangan pipa langsung dilakukan dari sumber mata air. Bahkan pipa untuk mengalirkan airnya adalah pipa karet yang dibeli di luar negeri.

Jarak dari mata air Nuling sampai di bak penampung utama sejauh tiga kilometer dengan pipa sebanyak 30 batang yang panjangnya 100 meter. Dan kekuatan air mulai dari sumbernya di Nuling berkapasitas satu liter per tiga detik. Debit air itu tercatat pada musim kemarau.

Diyakini, jika pada musim penghujan debit air pasti akan lebih besar. “Kami sangat senang dan bahagia karena usaha swadaya warga masyarakat sudah terlihat hari ini, di mana air sudah masuk di bak penampung utama. Kami sangat gembira," kata Rafael.

Kebahagiaan itulah yang kemudian dilampiaskan warga dalam ritual "sundung wae". Seluruh warga terlihat berbahagia, karena persoalan air bersih yang merundung selama puluhan tahun kini terselesaikan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com