"Mendagri pak Tjahjo udah ngomong kok, pendapatnya sama kayak saya sepertinya. Kayaknya pak Ahok tidak menegerti sejarah IPDN. Belajar lagilah Undang-undang dan sejarah. IPDN perlu kok," ujar Syarif di gedung DPRD DKI, Jalan Kebon Sirih, Selasa (8/9/2015).
Menurut Syarif, seharusnya seorang gubernur tidak boleh mengubur sejarah begitu saja. Jeleknya satu alumnus IPDN tidak boleh membuat Ahok langsung menyimpulkan bahwa lembaga IPDN juga buruk.
Bagi Syarif, ide membubarkan IPDN yang keluar dari seorang gubernur cenderung aneh. Sebab, gubernur sebagai pucuk tertinggi pemerintah provinsi seharusnya menjadi orang yang paling mendukung lembaga ini.
"Itu sama saja seperti komentarnya seorang direktorat pajak mengomentari STAN harus dibubarkan, enggak perlu ada STAN-lah, misalnya. Itu sama kaya begini," ujar Syarif.
Syarif mengatakan, banyak lulusan IPDN yang saat ini berkinerja bagus. Bahkan lurah dan camat di Jakarta, kata Syarif, banyak yang merupakan lulusan IPDN.
Lulusan IPDN juga memiliki proses belajar yang tidak boleh dikesampingkan. Dia telah mengikuti berbagai diklat untuk menjadi pegawai pemerintahan.
Akan tetapi, Syarif memahami hal tersebut tidak berarti apa-apa bagi Gubernur Ahok. Menurut Ahok, kata Syarif, hal paling penting adalah pegawai DKI harus responsif.
"Mana yang lebih responsif? Menurut pak Gubernur yang merupakan user-nya ya nih, mungkin non-IPDN. Silakan saja berpendapat begitu," ujar Syarif.
Sebelumnya, Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama mengaku mengusulkan pembubaran Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) kepada Presiden Joko Widodo. Hal itu diungkapkan Basuki ketika melantik 327 pejabat eselon di lingkungan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta, di Balai Kota, Jumat (4/9/2015).
Menurut dia, untuk menghasilkan pegawai negeri sipil (PNS) yang baik dan potensial, pemerintah tidak harus menggembleng ala militer di IPDN. Bahkan, dia melanjutkan, perusahaan swasta dan TNI/Polri mampu menyediakan PNS yang baik.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.