Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Nira, Bocah Perempuan yang Segera Jadi Pengantin

Kompas.com - 03/09/2015, 20:21 WIB

Oleh: Nick Baker, UNICEF

KOMPAS.com - Nira (14), bukan nama sebenarnya, adalah pelajar cemerlang yang unggul dalam berbagai mata pelajaran, mulai dari kesenian, ilmu pengetahuan alam, hingga ilmu pengetahuan sosial. Namun, masa-masa Nira sebagai pelajar akan segera berakhir. Sebab dia segera akan dinikahi seorang pria.

Nira tinggal di Desa Manggaru, sebuah desa kecil yang berjarak hanya 70 km dari Jakarta. Meski tak jauh dari ibu kota, adat istiadat desa ini jauh berbeda dibanding Jakarta. Pernikahan anak merupakan hal biasa di desa ini. Bahkan, Nira adalah siswi ketiga yang akan keluar dari sekolahnya dan menikah tahun ini.

“Aku suka bermain petak umpet,” ucap Nira, saat diminta mendeskripsikan dirinya. Meski masih sangat belia, dia tampak yakin dengan keputusannya untuk menikah. “Kalau aku menunggu sampai lulus baru menikah, belum tentu aku bisa dapat pasangan. Terlalu lama buat dia (calon suami) untuk menunggu,” ujarnya.

Kepala sekolah tempat Nira menuntut ilmu, Pak Deni, telah melihat secara langsung makna pernikahan bagi para muridnya. “Kehamilan akan segera menyusul, perceraian sudah hal biasa, peluang karier semakin terbatas, banyak yang pada akhirnya menjadi pembantu rumah tangga,” kata Deni, “Dan kemiskinan akan terus melanda.”

“Para orangtua di sini berpendapat menikahkan putri mereka dapat memberikan manfaat yang lebih besar daripada menamatkan sekolah mereka. Jika putri mereka dinikahkan, maka beban ekonomi dalam rumah tangga akan berkurang,” tambah dia.

Sebagai seorang pendidik, Deni sudah berusaha menghentikan pernikahan Nira yang akan segera berlangsung. Ia sudah memohon pada orangtua Nira untuk mempertimbangkan kembali dan memberikan kesempatan bagi Nira untuk menyelesaikan sekolahnya. Namun, usaha itu tidak membuahkan hasil.

“Saya percaya bahwa sebenarnya tidak ada murid saya yang ingin menikah dini.Tak satupun dari mereka yang tampak kehilangan minat belajar sebelum pernikahan mereka," Deni melanjutkan.

Selembar surat undangan pernikahan Nira tergeletak di atas meja Deni. Pria itu sesekali melirik undangan berwarna merah muda cerah tersebut. “Setiap kali saya melihat salah satu murid saya menikah, saya merasa gagal sebagai seorang pendidik. Saya merasa sangat bertanggung jawab. Ini benar-benar menghancurkan hati saya," kata Deni.

Hanya tinggal menunggu waktu saja sebelum Deni mendapat kabar dari murid perempuan lainnya yang meninggalkan sekolah untuk menjadi pengantin muda. Tapi hingga pernikahan berlangsung, mereka memiliki cita-cita yang tinggi. Ada yang ingin menjadi guru, menjadi koki, pengusaha, dokter, dosen dan daftar cita-cita itu terus berlanjut.

Sebagian besar profesi tersebut mengharuskan mereka untuk tidak hanya menyelesaikan sekolah saja, tetapi juga untuk mendapatkan gelar sarjana di tingkat universitas. “Saya ingin kuliah kalau ada uang,” ucap salah seorang anak.

Sayangnya, melanjutkan pendidikan hingga tingkat universitas adalah sebuah kemewahan yang tak terjangkau bagi sejumlah keluarga di Desa Manggaru. Pernikahan dipandang sebagai pilihan yang jauh lebih aman dari segi ekonomi.

Seorang anak bernama Desi mengatakan bahwa teman-teman sekolahnya tidak lagi menghabiskan waktu bersama mereka yang sudah menikah. “Tidak lama kemudian mereka akan hamil atau sibuk dengan anak-anak,” ucapnya.

Dan menurut Desi, kecil kemungkinan bahwa Nira akan kembali bersekolah setelah menjadi seorang istri. “Aneh saja (jika seorang yang sudah menikah masih bersekolah)," ujar Desi.

Beberapa anak memberikan saran untuk Nira. “Jangan bertengkar dengan suami,” kata salah satu temannya. “Cepat punya anak,” kata teman yang lain. Di desa tersebut, memiliki anak adalah suatu pandangan yang menarik. Namun, tidak satu anak pun tahu persis bagaimana caranya seseorang bisa hamil.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com