Hal ini disampaikan Arist saat menghadiri acara semarak Hari Anak Nasional di Mataram, Minggu (30/8/2015). "Dari 34 provinsi, kota-kota yang menyimpan predator-predator kejahatan seksual itu terjadi di beberapa provinsi. Termasuk provinsi Nusa Tenggara Barat masuk urutan lima dalam kategori provinsi menyimpan predator kejahatan seksual," kata Arist.
Ia menjelaskan beberapa indikator yang menyebabkan hal tersebut terjadi di antaranya, makin meningkatnya jumlah kekerasan seksual anak, meningkatnya jumlah kasus kekerasan fisik terhadap anak, meningkatnya kasus inses serta tingginya jumlah perkawinan usia dini di NTB.
Menurut Arist kekerasan anak terjadi baik di lingkungan rumah, ruang publik, bahkan di sekolah maupun di pondok pesantren. Tempat-tempat yang seharusnya aman untuk anak, justru menjadi tempat pelakunya.
"Sebarannya bukan hanya di kota tetapi sampai ke desa-desa. Parameter itulah yang menunjukkan bahwa NTB ini masuk ke urutan kelima," kata Arist.
Menurut dia, tingginya kasus kekerasan anak terjadi karena pemahaman yang salah tentang anak. Padahal anak juga memiliki hak untuk dilindungi. Pada beberapa kasus seperti pernikahan dini dan inses, selama ini anak selalu menjadi korban.
Arist menambahkan selain tingginya jumlah kekerasan seksual anak, Komnas Perlindungan Anak juga menyoroti adanya joki cilik yang ada di Sumbawa, NTB. Menurut dia hal ini sangat memprihatinkan dan harus diperangi, sebab menjadikan anak sebagai joki merupakan salah satu bentuk eksploitasi anak.
"Tidak boleh anak dieksploitasi menjadi joki untuk judi orang-orang atau pejabat-pejabat," kata Arist.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.