"Go-Jek sendiri itu penyedia aplikasi, kami gak ada isu, 100 persen legal," katanya setelah menghadiri seminar Fenomena Transportasi Kota Bandung di Era Digital di Kampus Institut Teknologi Bandung (ITB), Jalan Ganesha, Kota Bandung, Senin (24/8/2015).
Menurut Nadiem, pemerintah tidak bisa serta-merta melarang ojek beroperasi setelah munculnya aplikasi Go-Jek.
"Ini permasalahannya ojek bukan Go-Jek. Jadi, mau seluruh ojek di Indonesia akan ditutup? Enggak bisa, kami harus masukkan mereka ke dalam konsep formal economy," tuturnya.
Meski banyak kecaman dari beberapa pihak, Nadiem mengaku ingin menambah luasan pelayanan aplikasi Go-Jek dengan mengajak kerja sama sejumlah pengusaha moda transportasi lainnya.
"Kami ingin bekerja sama dengan angkot, busway (transjakarta), kami hubungkan dengan aplikasi biar semua orang punya opsi maksimal terhadap public transportation," ungkapnya.
Terkait ekpsansi Go-Jek ke Bandung, Nadiem menjelaskan bahwa perkembangan Go-Jek di Bandung tumbuh pesat. Pasalnya, karakteristik persoalan transportasi di Bandung dan Jakarta tak jauh berbeda.
"Memang terus terang dibutuhkan, persoalannya tidak jauh beda dengan di Jakarta. Kemacetan, apalagi di Bandung, banyak jalan yang satu jalur. Di sini juga, dari segi proporsi ojek dengan pengemudi taksi jauh lebih besar. Saya ingin bangun transisi jembatan penghubung untuk pengemudi agar punya penghasilan lebih. Target saya, akhir tahun, pengangguran di Jakarta jadi kecil. Kalau Bandung bisa lebih cepat," ujarnya.
Jika moda transportasi di Indonesia sudah berkembang pesat, lanjutnya, eksistensi ojek berbasis aplikasi akan mati.
"Nanti Go-Jek jadi feeder untuk mengantar penumpang ke halte atau terminal," kata Nadiem.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.