Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Nelayan: Meski Presiden dan Menteri Pernah Datang, Pukat Harimau Masih Ada

Kompas.com - 18/08/2015, 12:38 WIB
Kontributor Bengkulu, Firmansyah

Penulis

BENGKULU, KOMPAS.com - Nelayan Kelurahan Malabero, Kota Bengkulu, mengungkapkan meski telah didatangi Presiden Joko Widodo dan Menteri Kelautan, Susi Pudjiastuti beberapa bulan lalu, aksi penangkapan ikan menggunakan trawl atau pukat harimau terus saja berlangsung di laut daerah itu.

"Pukat harimau masih saja berlangsung meski presiden dan menteri pernah datang dan mengingatkan pemerintah untuk membasmi pelaku trawl," kata nelayan setempat, Tindik (58), Selasa (18/8/2015).

Dia mengatakan, semakin tingginya aksi penggunaan trawl tersebut terus berimbas pada berkurangnya tangkapan nelayan.

"Anda boleh buktikan ke laut bersama saya mencari ikan, ada ditemukan banyak trawl dan pendapatan ikan tak ada, sementara modal ke laut kami harus mengeluarkan modal setidaknya Rp 300.000 sekali berangkat," kata Tindik.

Hal yang sama juga diakui oleh Metek (28. Menurut dia, memang telah ada perjanjian antara pemerintah dan nelayan trawl terhitung 9 September 2015 segala aktifitas mengambil ikan di laut menggunakan trawl akan dihentikan.

"Jika 9 September 2015 mereka masih mengambil gunakan trawl entah apa yang akan terjadi," ungkap Metek.

Sementara itu, Ketua Gabungan Nelayan Jangkar Mas, Ali Syukur Simatupang, organisasi nelayan yang mayoritas anggotanya menggunakan alat tangkap trawl membenarkan bahwa anggotanya yang berjumlah 170 kapal tersebut masih menggunakan trawl mini.

"Kami ini pengguna trawl mini panjang 15 meter dengan alat bandul hanya papan seberat 40 kilogram, jangankan merusak karang, kena kayu saja robek jaring kami, dan semua ikan tangkapan tidak kami buang kami olah lagi, ada pelaku penangkapan trawl kelas berat namun tak tersentuh pemerintah, kami ini dijadikan kambing hitam saja," kata Ali.

Ali melanjutkan, total berat kapal anggotanya hanya 5 GT ke bawah dengan daya tampung kapal maksimal 3 ton. Ia juga protes jika alat tangkap anggotanya disalahkan sementara ada jaring setan yang jauh merusak tak dilarang pemerintah.

Sejauh ini, lanjut Ali, kelompok nelayannya menyerap 120 orang pedagang, 300 KK pengelola ikan hasil tangkapan dan 450 orang anak buah kapal.

"Mereka itu nelayan sederhana yang kebetulan saja alat tangkapnya menyerupai trawl," tegasnya.

Seorang nelayan Kota Bengkulu yang enggan disebutkan namanya membenarkan bahwa nelayan kecil kerap dituding sebagai pelaku trawl karena alat tangkap nelayan kecil tersebut mirip trawl namun kapasitasnya kecil.

"Setidaknya terdapat lima pengusaha trawl kelas kakap dengan kapal di atas 10 GT berkeliaran di laut Bengkulu, kenapa mereka sampai sekarang tenang-tenang saja, sementara kami yang mencari makan kadang tak balik modal yang selalu disalahkan pemerintah," katanya.

Ia juga sempat memberi tahu bahwa tempat-tempat kapal dengan bobot besar menggunakan trawl biasa beristirahat. Dia berharap, pemerintah dan aparat dapat tegas menindak pelaku trawl kelas kakap tersebut tanpa mengorbankan nelayan kecil.

"Jika Anda mau saya bersedia memberitahukan tempat kapal dengan bobot di atas 10 GT pengguna trawl berlabuh, sekali berangkat mereka 10 hari di laut, dengan kapasitas 15 ton ikan di kapal," tutupnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pj Gubri Ajak Pemkab Bengkalis Kolaborasi Bangun Jembatan Sungai Pakning-Bengkalis

Pj Gubri Ajak Pemkab Bengkalis Kolaborasi Bangun Jembatan Sungai Pakning-Bengkalis

Regional
Diskominfo Kota Tangerang Raih Penghargaan Perangkat Daerah Paling Inovatif se-Provinsi Banten

Diskominfo Kota Tangerang Raih Penghargaan Perangkat Daerah Paling Inovatif se-Provinsi Banten

Regional
Fakta dan Kronologi Bentrokan Warga 2 Desa di Lombok Tengah, 1 Orang Tewas

Fakta dan Kronologi Bentrokan Warga 2 Desa di Lombok Tengah, 1 Orang Tewas

Regional
Komunikasi Politik 'Anti-Mainstream' Komeng yang Uhuyy!

Komunikasi Politik "Anti-Mainstream" Komeng yang Uhuyy!

Regional
Membedah Strategi Komunikasi Multimodal ala Komeng

Membedah Strategi Komunikasi Multimodal ala Komeng

Regional
Kisah Ibu dan Bayinya Terjebak Banjir Bandang Berjam-jam di Demak

Kisah Ibu dan Bayinya Terjebak Banjir Bandang Berjam-jam di Demak

Regional
Warga Kendal Tewas Tertimbun Longsor Saat di Kamar Mandi, Keluarga Sempat Teriaki Korban

Warga Kendal Tewas Tertimbun Longsor Saat di Kamar Mandi, Keluarga Sempat Teriaki Korban

Regional
Balikpapan Catat 317 Kasus HIV Sepanjang 2023

Balikpapan Catat 317 Kasus HIV Sepanjang 2023

Regional
Kasus Kematian akibat DBD di Balikpapan Turun, Vaksinasi Tembus 60 Persen

Kasus Kematian akibat DBD di Balikpapan Turun, Vaksinasi Tembus 60 Persen

Regional
Puan: Seperti Bung Karno, PDI-P Selalu Berjuang Sejahterakan Wong Cilik

Puan: Seperti Bung Karno, PDI-P Selalu Berjuang Sejahterakan Wong Cilik

Regional
Setelah 25 Tahun Konflik Maluku

Setelah 25 Tahun Konflik Maluku

Regional
BMKG: Sumber Gempa Sumedang Belum Teridentifikasi, Warga di Lereng Bukit Diimbau Waspada Longsor

BMKG: Sumber Gempa Sumedang Belum Teridentifikasi, Warga di Lereng Bukit Diimbau Waspada Longsor

Regional
Gempa Sumedang, 53 Rumah Rusak dan 3 Korban Luka Ringan

Gempa Sumedang, 53 Rumah Rusak dan 3 Korban Luka Ringan

Regional
Malam Tahun Baru 2024, Jokowi Jajan Telur Gulung di 'Night Market Ngarsopuro'

Malam Tahun Baru 2024, Jokowi Jajan Telur Gulung di "Night Market Ngarsopuro"

Regional
Sekolah di Malaysia, Pelajar di Perbatasan Indonesia Berangkat Sebelum Matahari Terbit Tiap Hari

Sekolah di Malaysia, Pelajar di Perbatasan Indonesia Berangkat Sebelum Matahari Terbit Tiap Hari

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com