Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bangunan Kumuh Itu Bernama Stadion Si Jalak Harupat

Kompas.com - 10/08/2015, 10:55 WIB
Kontributor Bandung, Dendi Ramdhani

Penulis

BANDUNG, KOMPAS.com — 26 April 2005, Jalan Raya Cipatik-Soreang, Desa Kopo, Kecamatan Soreang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, mendadak riuh dan macet. Kedatangan masyarakat tak lain untuk menyaksikan peresmian Stadion Si Jalak Harupat Kabupaten Bandung.

Warga Kabupaten Bandung semringah. Betapa tidak, lama tak "dilirik", Kabupaten Bandung mendadak jadi pusat perhatian khalayak luas. Kabupaten Bandung seakan punya identitas baru, pemilik stadion terbesar di Jawa Barat.

Upacara pembukaan mampu menyedot lebih dari 50.000 pasang mata. Bupati Bandung saat itu, Obar Sobarna, dan Ketua Umum Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Agum Gumelar meresmikan stadion berkapasitas sekitar 40.000 penonton tersebut.

Nama stadion sendiri merupakan hasil sayembara. Adalah cerpenis Sunda, Agustin Purnawan, yang mencetuskan nama Si Jalak Harupat. Si Jalak Harupat merupakan julukan tokoh pergerakan nasional, Otto Iskandardinata.

Kawasan olahraga Si Jalak Harupat rencananya akan menjadi kompleks olahraga terlengkap. Stadion sepak bola akan diapit oleh puluhan venue olahraga lainnya. Selain menjadi identitas baru, keberadaan bangunan seharga Rp 67,5 miliar itu dianggap bakal mendongkrak ekonomi masyarakat.

Kawasan yang semula hamparan pesawahan bakal penuh pertokoan, restoran, dan hotel. Namun, hingga kini, hal itu hanya sebuah masterplan yang tak kunjung terealisasi. Identitas Kabupaten Bandung kini mulai pudar. Hal itu seiring tak tertatanya kawasan olahraga di area lahan seluas 60 hektar tersebut.

Stadion yang dulu disanjung kini disindir lantaran minimnya pemeliharaan. Kini, kondisi kawasan olahraga Stadion Si Jalak Harupat kian memprihatinkan. Sejumlah fasilitas olahraga tampak tak terurus. Padahal, lokasi tersebut direncanakan bakal menjadi tempat alternatif pembukaan dan penutupan Pekan Olahraga Nasional (PON) XIX 2016.

Berdasarkan pantauan Kompas.com, kondisi sejumlah venue terlihat kumuh dan tak terawat, seperti venue softball yang berada di sebelah barat kompleks olahraga. Sampah plastik terlihat berserakan di tribun penonton. Dinding tribun pun penuh dengan coretan.

Kondisi serupa juga terlihat di venue utama, Stadion Si Jalak Harupat. Rumput ilalang tumbuh tinggi, pertanda minimnya perawatan. Lantai bangunan stadion pun terlihat kotor, penuh tanah. Banyaknya pedagang kaki lima (PKL) menambah kesemrawutan.

Menurut Penganalisis Penyusunan Program Kegiatan Bidang Sekretariat Dinas Pemuda dan Olahraga Kabupaten Bandung, Ridwan Susanto, tiap tahun, Pemkab Bandung mengucurkan anggaran sekitar Rp 1 miliar untuk perawatan kompleks olahraga.

"Rp 600 juta habis untuk membayar pekerja sebanyak 44 orang. Sisanya untuk biaya rehabilitasi yang bersifat ringan," kata Ridwan di Bandung, Senin (10/8/2015).

Kepala Dinas Pemuda dan Olahrga Kabupaten Bandung Ahmad Johara berdalih, kumuhnya Stadion Si Jalak Harupat disebabkan minimnya anggaran pemeliharaan. Dana Rp 1 miliar dirasa kurang proporsional jika dibandingkan dengan kebutuhan perawatan dan rehabilitasi.

"Pemeliharaan itu memang menjadi kelemahan di birokrasi. Kita bandingkan dengan anggaran perawatan di Stadion Jakabaring, Palembang, yang mencapai Rp 7 miliar per tahun. Sangat jauh bedanya," kata dia.

Johara menambahkan, anggaran pemeliharaan stadion tidak harus menjadi beban pemerintah. Ahmad menilai, harus ada terobosan baru dari pemerintah untuk memenuhi beban pemeliharaan stadion.

"Solusinya anggaran harus ditambah, tetapi kita juga sangat maklum. Kita tidak ingin membebankan APBD. Kita cari terobosan biar biaya pemeliharaan ditanggung pihak ketiga. Harus ada nota kesepahaman dengan pihak ketiga atau dibentuk BUMD untuk mengurus stadion," kata Johara.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com