"Kami masih mencari-cari siapa yang mulai mengatakan itu. Sebab, dari MUI tidak ada pernah mengeluarkan kalimat haram untuk BPJS. Saya sudah kontak ke MUI, termasuk BPJS-nya dan Kementerian Kesehatan," kata Dede kepada wartawan seusai dilantik menjadi Ketua Kwartir Daerah (Kwarda) Gerakan Pramuka Jawa Barat oleh Ketua Majelis Pembimbing Daerah (Mabida) Pramuka Jawa Barat, Ahmad Heryawan atau Aher, di aula barat Gedung Sate, Bandung, Jawa Barat, Kamis (6/8/2015).
Menurut Dede, berdasarkan konfirmasi ke MUI, tidak ada fatwa haram BPJS, yang ada hanya rekomendasi hasil ijtima sehingga hal ini belum disebut fatwa.
"Hanya rekomendasi kepada pemerintah yang artinya boleh dijalankan, boleh tidak," katanya.
Dede mengaku bingung dengan orang yang pertama mengeluarkan fatwa haram BPJS itu.
"Saya enggak paham soal motifnya. Kalau ketemu, dosanya tanggung sendiri," tegasnya.
Hal yang perlu dipahami, kata Dede, sebuah produk yang berkaitan dengan asuransi memang menurut hukum syari itu perlu syariahnya.
"Ini bukan program asuransi biasa. Ini adalah undang-undang negara yang wajib dijalankan oleh semua individu negara. Artinya, enggak bisa dikategorikan sama sebagai asuransi (pada umumnya)," kata mantan Wakil Gubernur Jabar ini.
Komisi IX DPR, lanjut Dede, sudah meminta pemerintah untuk memecahkan masalah ini.
"Kami sudah meminta pemerintah untuk mengambil titik temu. Katakanlah bisa mengakomodasi pemikiran-pemikiran seperti itu. Nanti pas tanggal 14 (Agustus), kami menunggu laporan pemerintah, apa perlu membuat produk berbasis syari atau syariahnya. Itu terserah pemerintah," pungkasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.