Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dede Yusuf Cari Orang Pertama yang Sebut MUI Keluarkan Fatwa Haram untuk BPJS Kesehatan

Kompas.com - 06/08/2015, 20:21 WIB
Kontributor Bandung, Rio Kuswandi

Penulis

BANDUNG, KOMPAS.com — Ketua Komisi IX DPR Dede Yusuf "Macan" Efendi mengaku penasaran siapa orang pertama yang menyebut Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa haram untuk BPJS Kesehatan. Pihaknya sampai saat ini masih mencari orang itu. Pasalnya, kata Dede, MUI sendiri sudah jelas-jelas menegaskan bahwa MUI tidak pernah mengeluarkan fatwa haram BPJS Kesehatan.

"Kami masih mencari-cari siapa yang mulai mengatakan itu. Sebab, dari MUI tidak ada pernah mengeluarkan kalimat haram untuk BPJS. Saya sudah kontak ke MUI, termasuk BPJS-nya dan Kementerian Kesehatan," kata Dede kepada wartawan seusai dilantik menjadi Ketua Kwartir Daerah (Kwarda) Gerakan Pramuka Jawa Barat oleh Ketua Majelis Pembimbing Daerah (Mabida) Pramuka Jawa Barat, Ahmad Heryawan atau Aher, di aula barat Gedung Sate, Bandung, Jawa Barat, Kamis (6/8/2015).

Menurut Dede, berdasarkan konfirmasi ke MUI, tidak ada fatwa haram BPJS, yang ada hanya rekomendasi hasil ijtima sehingga hal ini belum disebut fatwa.

"Hanya rekomendasi kepada pemerintah yang artinya boleh dijalankan, boleh tidak," katanya.

Dede mengaku bingung dengan orang yang pertama mengeluarkan fatwa haram BPJS itu.

"Saya enggak paham soal motifnya. Kalau ketemu, dosanya tanggung sendiri," tegasnya.

Hal yang perlu dipahami, kata Dede, sebuah produk yang berkaitan dengan asuransi memang menurut hukum syari itu perlu syariahnya.

"Ini bukan program asuransi biasa. Ini adalah undang-undang negara yang wajib dijalankan oleh semua individu negara. Artinya, enggak bisa dikategorikan sama sebagai asuransi (pada umumnya)," kata mantan Wakil Gubernur Jabar ini.

Komisi IX DPR, lanjut Dede, sudah meminta pemerintah untuk memecahkan masalah ini.

"Kami sudah meminta pemerintah untuk mengambil titik temu. Katakanlah bisa mengakomodasi pemikiran-pemikiran seperti itu. Nanti pas tanggal 14 (Agustus), kami menunggu laporan pemerintah, apa perlu membuat produk berbasis syari atau syariahnya. Itu terserah pemerintah," pungkasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com