Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dua Tahun Berlalu, Anak-anak Korban Wai Ela Masih Belajar di Tenda Darurat

Kompas.com - 03/08/2015, 12:36 WIB
Kontributor Ambon, Rahmat Rahman Patty

Penulis


AMBON,KOMPAS.com
- Terhitung lebih dari dua tahun, ratusan siswa korban jebolnya bendungan natural Wai Ela di Desa Negeri Lima, Kecamatan Leihitu, Kabupaten Maluku Tengah, belajar di tenda-tenda darurat dengan fasilitas pendidikan yang sangat minim.

Kurangnya perhatian pemerintah provinsi Maluku dan pemerintah Kabupaten Maluku Tengah untuk menyelesaikan masalah tersebut membuat kondisi pendidikan di desa yang sempat porak-poranda diterjang banjir bah itu sangat memprihatinkan. Bagaimana tidak hingga kini . Kondisi ini semakin parah, karena Pemda setempat terkesan lepas tangan dan tidak mencari solusi penyelesaiannya.

Syafin Soulissa, tokoh masyarakat setempat, menilai bahwa Pemda Maluku dan Pemda Maluku Tengah tidak memiliki niat yang baik untuk melihat kondisi pendidikan di desa tersebut karena belum membangun sekolah permanen bagi ratusan siswa di desa tersebut.

“Kalau saja pemerintah peduli, anak-anak sekolah di Negeri Lima tidak bersekolah dalam kondisi seperti sekarang ini. Sangat kasihan sekali kondisi mereka,” kata Syafin, Senin (3/8/2015).

Dia mengungkapkan, pemerintah daerah seharusnya dapat menjamin masa depan pendidikan bagi setiap masyarakat dan bukan sebaliknya melepas tangan atas kondisi yang terjadi. Menurut dia, dalam jangka waktu dua tahun itu, pemda tidak sedikit pun memberikan perhatian untuk menyelesaikan masalah itu.

“Harusnya pemda membuka matanya lebar-lebar dan tidak membiarkan kondisi seperti itu terus berlangsung,” ungkapnya.

Sementara itu, salah seorang guru di desa tersebut yang enggan namanya dipublikasikan menuturkan bahwa pada saat musim hujan tiba, para siswa terpaksa dipulangkan karena kondisi tenda yang sangat buruk. Kondisi yang sama terjadi saat panas terik. Para siswa pun harus belajar di hutan.

“Kalau hujan, airnya masuk ke dalam kelas dan kondisinya sangat becek, kita kadang terpaksa harus memulangkan para siswa. Sama halnya kalau kondisi panas terik para siswa kita keluarkan di luar semuanya,” ujarnya saat dihubungi.

Dia berharap, pemda setempat segera membangun sekolah bagi para siswa di desa tersebut mengingat selain lokasinya sangat jauh dari pemukiman warga, kondisi sekolah darurat yang dibangun pemerintah itu juga sudah tidak layak lagi.

“Harapan kami, pemerintah segera membangun sekolah yang permanen, kasihan sudah lebih dari dua tahun siswa disini terus sekolah di tenda darurat,” pintanya.

Sementara itu pengamat pendidikan, Novita Ohoiulun, mengungkapkan, kondisi yang terjadi di Desa Negeri Lima merupakan sebuah bentuk diskriminasi yang sangat nyata dilakukan pemerintah daerah. Dia mengatakan, setiap orang berhak mendapatkan pendidikan yang layak karena itu tidak sepentasnya anak-anak di desa tersebut diperlakukan tidak adil.

“Saya menilai kondisi ini sudah diluar batas. Bertahun-tahun kondisi pendidikan disana (Negeri Lima) dibiarkan begitu tanpa ada pehatian serius dari pemerintah,” tuturnya.

Menurut dia, jika masalah tersebut terus dibiarkan maka akan menimbulkan ketidak percayaan terhadap pemerintah daerah. Apalagi janji untuk membangun sekolah-sekolah yang hancur di desa tersebut telah disampaikan berulang kali.

“Masyarakat akan menilai mereka tidak diperlakukan sercara adil. Dan ini tentu harus disikapi secara serius. Masalah ini menjadi kewajiban pemerintah daerah sehingga tidak ada alas an lagi untuk pemda membangun sekolah-sekolah yang hancur di desa tersebut,” ungkapnya.

Terkait masalah tersebut, Bupati Maluku Tengah Abua Tuasikal, Kepala Dinas Pendidikan Nasional Kabupaten Maluku Tengah dan Kepala Dinas Pendidikan Nasional Provinsi Maluku yang dihubungi berulang kali belum menjawab panggilan telepon.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com