"Surat ditandatangani sesepuh Sunda seperti Mang Ihin (Solihin GP-mantan Gubernur Jawa Barat), Acil Bimbo, dan Mubiar Purwasasmita," ujar perwakilan DPKLTS, Taufan di Bandung, Senin (27/7/2015).
Taufan mengungkapkan, surat itu salah satunya berisi tentang alasan permintaan pembatalan penggenangan. Yakni menghindarkan konflik yang dapat berkembang menjadi situasi yang tidak diinginkan. Karena wilayah Jatigede adalah tanah leluhur yang harus dijaga dan dilestarikan.
"Ini aksi menyelamatkan kabuyutan (leluhur) Jatigede," ungkap Taufan.
Karena di lokasi genangan terdapat banyak situs peninggalan budaya leluhur masa lalu masyarakat Tatar Sunda yang tidak bisa tergantikan. Belum lagi masalah lainnya seperti daerah Jatigede sangat subur untuk pertanian.
"Yang paling utama adalah masalah budaya tersebut. Karena budaya yang dimaksud tersebut tidak hanya berpengaruh pada daerah Jatigede saja, tapi seluruh Tatar Sunda," ungkapnya.
Salah satu situs keramat adalah Situs Cipaku yang dipercaya sebagai peninggalan Ayang Prabu Aji Putih. Situs abad ke-7 peninggalan Kerajaan Tembong Agung, cikal bakal Kerajaan Sumedang Larang.
Menurut keyakinan masyarakat Tatar Sunda, situs ini tidak dapat tergantikan. Karena salah satu koridor menuju tatanan kenegaraan yang adil, makmur, dan sejahtera. Seperti yang tertera dalam naskah Amanat Galunggung (Kropak no 632): "Saha nu teu bisa ngajaga kabuyutan maka darajat dia sakabeh bakal hina, leuwih hina batan kulit lasun di jarian" atau yang berarti "Barangsiapa yang tidak bisa menjaga peninggalan leluhur, maka derajatnya akan hina bahkan lebih rendah daripada lasun (hewan semacam musang) di tempat sampah".
Selain menyurat Presiden, pihaknya menyiapkan sejumlah aksi budaya. Rencananya aksi dimulai 29 Juli 2015 di Kabuyutan Cipaku dengan menggelar acara ruwatan. Lalu tanggal 30 Juli di Gedung Sate.
Tanggal 31 Juli, DPKLTS akan bergerak ke Jakarta melakukan aksi di Istana Merdeka dan Kedutaan Tiongkok. Terakhir 1 Agustus 2015, mereka akan mengadang Presiden Jokowi yang berencana datang ke Jatigede.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.