Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kota Medan: Menata Metropolitan Besar

Kompas.com - 01/07/2015, 00:00 WIB

Oleh Khaerudin

Meski letaknya di Kabupaten Deli Serdang, Bandara Internasional Kualanamu menjadi gerbang utama memasuki modernitas yang ditawarkan Medan. Kota ini merupakan metropolitan terbesar Indonesia yang berada di luar Pulau Jawa.

Bandara yang baru saja meraih sertifikasi bintang 4 dari Skytrax, konsultan internasional yang membuat pemeringkatan maskapai dan bandara di dunia, ini menjadi gambaran awal Medan sebagai kota cerdas.

Bandara Kualanamu langsung terkoneksi dengan Medan melalui jaringan rel kereta api. Ini menjadikannya bandara pertama di Indonesia yang memiliki sistem transportasi massal terpadu seperti bandara-bandara kelas dunia. Penumpang pesawat yang keluar dari area kedatangan langsung terhubung dengan stasiun kereta api.

Jarak Medan-Bandara Kualanamu sekitar 40 kilometer. Dengan menggunakan kereta api yang dioperasikan PT Railink, perusahaan patungan PT Kereta Api Indonesia dengan PT Angkasa Pura II, penumpang dari Kualanamu menuju Medan atau sebaliknya bisa menikmati kenyamanan fasilitas transportasi seperti di negara maju dengan waktu tempuh paling lama 40 menit. Kereta api yang bersih, nyaman dengan layanan yang modern serta informatif, membuat kita tak percaya layanan seperti ini ada di Indonesia.

Penumpang bisa membeli tiket elektronik kereta bandara melalui vending machine, hal yang jamak di negara maju. Layanan terpadu lain yang dapat dimanfaatkan penumpang adalah city check in yang sudah tersedia di Stasiun Medan. Penumpang tak perlu lagi check in di Bandara Kualanamu.

Di Bandara Kualanamu, lokasi peron langsung terhubung dengan koridor bandara yang menuju ke area keberangkatan. Dengan kereta bandara ini, tak ada lagi kemacetan seperti yang setiap hari terjadi di Bandara Internasional Soekarno-Hatta.

Fasilitas yang ada di Stasiun Medan, khususnya di area yang terhubung dengan peron kereta api bandara, juga layaknya stasiun-stasiun di negara maju. Ruang tunggu nyaman, petugas yang ramah dan informatif, tempat penukaran uang, hingga keberadaan sejumlah kafe untuk rehat sejenak sebelum kembali melanjutkan perjalanan hanya sebagian dari fasilitas yang ada.

Namun, begitu keluar dari Stasiun Medan, problem yang sama dengan kota-kota besar lain di Indonesia langsung menghadang. Gambaran kecanggihan kota cerdas lewat fasilitas yang ditawarkan sejak dari Bandara Kualanamu hingga Stasiun Medan mulai sirna. Layanan transportasi publik di dalam kota masih semrawut. Perilaku berkendara juga masih jauh dari keadaban dan saling menghormati pengguna jalan lain.

Di tengah kemacetan dan perilaku berkendara yang masih jauh dari keadaban publik, Medan juga belum memiliki transportasi massal terpadu dalam kota untuk menghubungkan antarwilayah. Padahal, ini salah satu prasyarat utama kota cerdas kelas dunia. Meskipun kemacetan yang jadi problem harian di Medan masih tak separah kota-kota besar di Pulau Jawa, kota ini butuh solusi terpadu untuk mengatasinya dengan ketersediaan transportasi massal yang nyaman sesegera mungkin. Jangan sampai terlambat seperti Jakarta.

Belum terlambat bagi Pemerintah Kota Medan untuk membangun kota cerdas kelas dunia dengan memanusiawikan warganya lewat pembangunan infrastruktur publik yang nyaman dan memadai. Fasilitas publik di Bandara Kualanamu hingga Stasiun Medan membuktikan itu.

Dikelola swasta

Menurut Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Medan Zulkarnaen Lubis, sistem transportasi massal yang dimiliki Medan adalah semua angkutan umum yang dioperasikan pengusaha swasta. Mulai dari angkutan kota, bus ukuran sedang dan besar, taksi, hingga becak bermotor.

"Sistem angkutan massal, ya, hampir semua yang ada masih kriteria layak. Jangan dipikir angkutan massal itu hanya kayak busway. Semua angkutan umum yang ada sekarang, ya, angkutan massal. Cuma sekarang umumnya karena total dioperasikan sektor swasta, maka kami mendorong peremajaan," ujar Zulkarnaen terkait transportasi publik di Medan.

Medan memang berencana mengembangkan sistem transportasi massal. Pilihannya adalah monorel. Menurut Zulkarnaen, meski di Jakarta proyek monorel gagal, tak berarti tak bisa diterapkan di Medan. Hanya saja, entah sampai kapan Medan akan memilikinya karena pemerintah baru merencanakan tahapan prastudi kelayakan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com