Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita Bocah Penderita HIV yang Dikucilkan hingga Akhirnya Meninggal

Kompas.com - 29/06/2015, 08:59 WIB
Kontributor Banyuwangi, Ira Rachmawati

Penulis

BANYUWANGI, KOMPAS.com — JK (12) dengan bahasa isyarat menanyakan kepada VC (24), kakak kandungnya, tentang makam yang mereka kunjungi pada Jumat (26/6/2015) pekan lalu.

Kemudian, VC yang sehari-hari bekerja sebagai pengamen itu menjawab, makam yang dipenuhi taburan bunga tersebut adalah makam adik bungsu mereka, LJ (7), yang meninggal karena infeksi HIV pada Kamis (25/6/2015).

Keharuan langsung menyelimuti tempat pemakaman umum yang berada di wilayah Banyuwangi Barat tersebut. JK yang menderita gangguan pendengaran tersebut menangis sambil memeluk nisan adik kandungnya yang dimakamkan tepat di sebelah makam ibu dan ayah mereka.

Selama setahun terakhir, JK tinggal bersama dengan kakak tertuanya di Bali untuk melanjutkan sekolah di sebuah yayasan. "Sejak ibu dan bapak meninggal pada tahun 2012, saya mengasuh keempat adik kandung saya seorang diri," kata VC kepada Kompas.com.

Keempat adiknya adalah JK (12), Y, TY (10), dan LJ (7). Penderitaan VC semakin bertambah ketika adik bungsunya divonis mengidap virus HIV karena tertular dari ayah dan ibunya yang meninggal terlebih dahulu karena penyakit yang sama.

Dia juga beberapa kali diusir dari lingkungan tempat tinggalnya ketika warga mengetahui adik bungsunya terkena HIV.

Lelaki yang berperawakan kecil tersebut bercerita, pada Februari 2012, ayah dan ibunya jatuh sakit secara bersamaan. Mereka lalu dibawa ke rumah sakit daerah di wilayah Banyuwangi Selatan.

Setelah menjalani pemeriksaan di klinik VCT (voluntary counseling test), bapak dan ibu itu dinyatakan positif mengidap HIV/AIDS. Setelah dirawat selama tiga hari di RS, akhirnya keduanya meninggal dunia pada hari yang sama, dan hanya berselang sekitar satu jam.

"Saat masuk, ibu sudah tidak sadarkan diri. Setelah dicek, ibu dan bapak ternyata positif. Ibu meninggal lebih dahulu, setelah satu jam, bapak kemudian menyusul meninggal dunia," tutur VC.

Akhirnya, pihak RS pun meminta agar dia beserta adik-adiknya untuk melakukan test VCT demi mengetahui kondisi kesehatannya. "Saya shock sekali saat mengetahui jika LJ yang positif. Saat itu, dia baru berumur empat tahun. Akhirnya, saya berjanji bagaimana caranya adik saya bisa sembuh. Apa pun akan saya lakukan," kata VC.

Karena tidak mampu mengasuh keempat adiknya dari hasil mengamen, dia pun rela melepaskan JK ikut kakak tertuanya di Bali, sementara Y diasuh oleh kerabatnya. "Ty dan LJ ikut saya ke mana saja. Biasanya, LJ saya gendong dipunggung dan Ty saya tuntun. Kami berpindah-pindah dari satu kos ke kosan yang lain. Kami benar-benar dikucilkan bukan hanya masyarakat, bahkan oleh keluarga terdekat kami, apalagi setelah tahu ibu dan ayah kami meninggal karena HIV, ditambah lagi adik saya juga menderita penyakit yang sama," kata dia dengan suara parau.

VC mengaku sempat menumpang di rumah temannya di wilayah Banyuwangi Barat. Namun, tak lama di sana, dia disuruh pergi oleh masyarakat sekitar karena takut tertular. Kejadian yang sama juga ia alami saat dia pindah ke rumah temannya di wilayah Jember.

"Sehari-hari saya mengamen untuk bisa makan. Kalau tidak memungkinkan, biasanya saya meninggalkan Ty dan LJ di terminal. Setelah dapat uang, saya kembali ke mereka. Saya tidak tega meninggalkan mereka lama. Walaupun banyak yang bilang saya bajingan, saya masih punya hati karena yang saya lakukan untuk mereka," ungkap VC.

Sementara itu, untuk perawatan LJ, VC mengaku selalu membawa adik bungsu yang lahir pada 1 Agustus 1998 tersebut ke rumah sakit secara rutin. Beberapa kali dia juga meninggalkan LJ untuk dirawat di ruangan anak jika kondisi LJ drop. Sementara itu, VC kembali ke jalanan untuk mengamen dan mengumpulkan uang.

"Kalau LJ dirawat, TY juga ikut menginap di sana. Kalau ada uang, saya pasti menyambangi mereka. ARV untuk adik saya juga rutin diurusi oleh pihak rumah sakit. Dia keluar masuk ruang perawatan anak sejak tahun 2012. Saya bingung. Saudara sama sekali tidak peduli," kata dia.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com