Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 24/06/2015, 16:48 WIB

KABANJAHE, KOMPAS — Gunung Sinabung di Kabupaten Karo, Sumatera Utara, Senin (22/6) sekitar pukul 23.00, memuntahkan awan panas guguran dengan jarak luncuran hingga 4.500 meter ke arah tenggara-timur. Ini menyebabkan hujan abu disertai pasir di sejumlah desa di lereng Sinabung pada Selasa (23/6) dini hari.

"Hujan pasir yang terjadi diakibatkan dorongan volume magma yang tinggi dan angin yang bertiup kencang ke arah timur," kata pengamat Gunung Api Sinabung, Deri Al Hidayat, Selasa. Dia mengatakan, awan panas guguran itu merupakan yang terbesar sejak status Sinabung dinaikkan dari Siaga menjadi Awas pada 2 Juni.

Hujan abu disertai pasir terjadi di Desa Sukandebi, sekitar 5 kilometer dari puncak ke arah timur laut, juga di Desa Naman Teran dan Desa Ndeskati, sekitar 6 kilometer dari puncak di sisi timur gunung. Warga ketiga desa di Kecamatan Naman Teran itu belum diungsikan karena tidak termasuk dalam zona bahaya.

"Sekitar pukul 12 malam suara gunung bergemuruh seperti suara pesawat. Tanah ikut bergetar dan hujan pasir sekitar setengah jam," kata Idawati (35), warga Desa Naman Teran.

Tanaman rusak

Desa-desa itu diselimuti abu sejak sepekan lalu. Abu mulai merusak tanaman seperti jeruk, kopi, tomat, kentang, dan kol milik warga.

"Ada sekitar 500 tanaman jeruk yang mulai layu dan mati karena abu. Kami berharap ada perhatian dari pemerintah meski kami tidak mengungsi," kata Idawati.

Hal senada disampaikan Trik Sembiring (60), petani dari Desa Sigarang-Garang yang menyewa lahan pertanian di Desa Naman Teran. "Ada 1.000 tanaman kentang yang umurnya 70 hari. Sebulan lagi akan panen, tapi daun mulai keriting karena tertimpa abu dan pasir," ujarnya.

Rahmat Tarigan (58), warga Desa Ndeskati, juga terancam rugi hingga Rp 6 juta akibat abu vulkanik dan pasir material Sinabung yang merusak tanaman cabai, tomat, dan kentangnya.

Sementara itu, sekitar 2.000 jiwa atau 700 keluarga empat desa di Kecamatan Payung saat ini kesulitan memperoleh air bersih. "Sumber mata air untuk sumur pompa juga makin terbatas karena diterjang lahar dingin dan awan panas," kata Kepala Desa Payung Jawati Pandia, yang dihubungi Selasa.

Warga desa-desa yang berjarak sekitar 5 kilometer dari puncak tersebut juga kesulitan mendapatkan air untuk mengairi tanaman mereka. "Hasil panen pun tak maksimal karena tanaman cenderung rusak diterjang awan panas atau lahar dingin, ditambah kini musim kemarau," ujar Jawati.

Vincent Pandia (54), warga lainnya, mengatakan, ekonomi penduduk empat desa makin terpuruk, sementara perhatian pemerintah nihil. Aktivitas penduduk di empat desa dianggap masih normal. Padahal, berbagai usaha, terutama sektor pertanian, berhenti total.

Kemarin, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Syamsul Maarif datang ke Karo beserta jajaran sejumlah kementerian. "Presiden memerintahkan untuk perlu ada upaya mempercepat relokasi. Salah satu masalahnya adalah lahan. Perintah Bapak Presiden bahwa semua potensi nasional agar bisa berada di sini sebagai tanggung jawab nasional," katanya.

Meskipun begitu, kata Syamsul, erupsi Sinabung tidak akan ditetapkan sebagai bencana nasional sebab Pemkab Karo dan Pemprov Sumut masih beraktivitas normal. (dka/eta/aik)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com