Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tradisi Bubur Samin, Simbol Kebersamaan Saat Ramadhan

Kompas.com - 24/06/2015, 16:00 WIB
Kontributor Surakarta, M Wismabrata

Penulis


SOLO, KOMPAS.com -
Saat bulan puasa tiba setiap tahunnya, seperti biasa, warga kampung Jayengan, Serengan, Solo, menyajikan tradisi berbuka puasa bersama yang unik. Warga memasak Bubur Samin bersama di halaman masjid. Setelah itu, warga di sekitar masjid pun berdatangan dan mengantre untuk bersantap bersama saat waktu buka tiba.

Tradisi berbuka bersama dengan menu Bubur Samin di Jayengan, Serengan, Solo, ini berawal dari kebiasaan para pendatang dari Kota Banjar di Provinsi Kalimantan Selatan pada awal tahun 1900-an.

Saat itu, pada perantau dari Banjar mengadu nasib dengan berjualan batu permata Martapura di Kota Bengawan, Solo. Para pedagang yang jumlahnya semakin banyak memilih kampung Jayengan untuk berkumpul bersama dan sekaligus melepas rindu sesama perantau dari Banjar.

Setelah itu, saat bulan puasa, warga Banjar yang tinggal di Jayengan tersebut, memilih menu khas daerah mereka, Bubur Samin, untuk menu berbuka. Dari sejak itu, tradisi tersebut masih dilestarikan anak cucu bersama sama warga Solo hingga sekarang.

"Awal tahun 1900-an, pedagang Intan dan permata dari Martapura, merantau ke Solo, dan tinggal di sini (Jayengan-red). Rasa kekompakan dan perjuangan saat merantau, dan tidak ingin melupakan tanah kelahiran mereka, maka mereka masak bubur samin terus dimakan bersama, pas bulan puasa saja," kata Haji Rosyidi Muchdlor, Takmir Masjid Darusallam, Jayengan, pada hari Rabu (24/6/2015).

Minyak samin

Berdasarkan pengamatan, menjelang siang, beberapa warga yang bertugas memasak bubur sudah bersiap untuk mencampur adonan yang telah disediakan sebelumnya. Satu baskom besar yang berisi adonan sudah siap untuk dimasak.

Satu bumbu yang menjadi ciri dari bubur tersebut adalah campuran minyak kapulaga Arab yang sering disebut minyak samin. Minyak samin ini membuat bubur mengeluarkan aroma rempah rempah yang kuat dan warna bubur menjadi kekuning kuningan.

"Proses masaknya cukup lama, kurang lebih 3 jam, dimulai pukul 12.00 wib hingga 15.00 wib. Dan setiap tahun beras yang dimasak terus bertambah, kali ini kita masak 40 kilo beras untuk 600 porsi," kata Rosyidi.

Simbol kebersamaan

Rosyidi menceritakan bahwa dulunya bubur tersebut hanya diperuntukan untuk jemaah masjid Darusallam, khususnya sesama perantau yang berbuka puasa. Lalu kemudian ada warga yang bergaung di masjid dan ikut menikmati bubur.

"Setelah itu, tidak hanya jemaah masjid, warga bisa mengambil dan dibawa pulang untuk dinikmati di rumah bersama keluarga," katanya.

Sebanyak 600 porsi yang dimasak hari ini akan dibagikan kepada warga sekitar 500 porsi dan sisanya untuk jemaah yang berbuka di masjid. Menurut Rosyidi, menjelang buka puasa, warga sudah berdatangan dan mengantre untuk mendapatkan Bubur Samin.

Tradisi puluhan tahun ini juga merupakan simbol kebersamaan warga perantau dari Banjar dengan warga Kota Solo. Salah satu warga Jayengan, Amin, mengaku setiap tahun selalu datang ke masjid dan menikmati bubur khas Kota Banjar, saat bulan puasa.

"Gurih, juga enak suasananya, jadi setiap tahun yang ke sini," katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com