Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mahasiswa Universitas Brawijaya Ciptakan Alat Pengolah Limbah Batik

Kompas.com - 09/06/2015, 11:37 WIB

MALANG, KOMPAS.com — Lima mahasiswa Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya (UB) Malang menciptakan alat pengolah limbah industri tekstil batik yang diberi nama Platinum Inert Electrolysis Technology and Ativated Carbon.

"Alat pengolah limbah industri tekstil batik ini dilatarbelakangi karena semakin banyaknya jumlah perajin batik di Indonesia. Dengan banyaknya jumlah perajin batik, tingkat pencemaran air juga semakin meningkat," kata salah seorang anggota kelompok penemu alat tersebut, Agus Setyawan, di Malang, Selasa (9/6/2015).

Ia mengatakan, jumlah perajin batik di Indonesia mencapai 50.000 perajin, sedangkan di Kota Malang sekitar 230 perajin. Satu perajin yang memproduksi tiga kain batik per pekan akan menghasilkan 50 liter limbah sehingga dalam satu bulan mereka bisa menghasilkan 200 liter limbah yang rata-rata dibuang ke sungai.

Limbah dari industri tekstil batik yang dibuang ke sungai ini ternyata mengandung zat-zat berbahaya, seperti tembaga (Cu), timbal (Pb), krom (Cr), dan seng (Zn) yang bisa membahayakan kesehatan manusia, biota, atau makhluk hidup di dalam air serta mengurangi unsur hara yang terkandung dalam tanah.

Oleh karena itu, lanjutnya, dia bersama empat rekannya membuat alat tersebut yang pada dasarnya merupakan metode untuk mengolah limbah. Limbah yang sudah diolah bisa digunakan kembali untuk produksi tekstil selanjutnya.

Komponen dan fungsi alat tersebut terdiri dari platina inert untuk mereduksi logam berat yang terdapat dalam limbah, seperti tembaga (Cu), timbal (Pb), krom (Cr), dan seng (Zb). Stainless steel berfungsi untuk mengendapkan logam berat dan karbon aktif untuk mereduksi limbah yang belum tereduksi pada tabung elektrolisis dan mengubah warna limbah menjadi warna awalnya.

Agus menambahkan, cara kerjanya adalah limbah dimasukkan ke dalam tabung elektrolisis, kemudian platina dan stainless steel dipasang. Platina dan stainless steel selanjutnya dihubungkan ke arus listrik (tegangan 50 volt) dan ditunggu 120 menit, kemudian keran di buka, limbah akan memasuki tabung absorben.

Selanjutnya, kata mahasiswa FTP angkatan 2012 itu, proses tersebut ditunggu selama 10 menit, kemudian keran absorben dibuka dan limbah siap dibuang. Waktu proses pemisahan dari zat-zat berbahaya membutuhkan waktu dua jam dengan tegangan 50 volt dan kecepatan pengaduk 40 RPM.

Alat yang mereka ciptakan itu mempunyai kelebihan, yaitu dari segi waktu, biaya, dan cara kerja yang lebih efektif dan efisien. Selain itu, alat tersebut juga ramah lingkungan karena zat kimia yang terkandung dalam limbah diendapkan dan direduksi sehingga ketika dibuang ke sungai tidak akan merusak unsur hara tanah dan tidak akan mematikan biota atau makhluk hidup air.

"Setelah kami lakukan percobaan dan penelitian lebih lanjut, pada saat proses elektrolisis, ternyata terjadi penguapan gas yang apabila diproduksi dalam jumlah besar mampu menghidupkan kompor gas untuk kebutuhan rumah tangga," ujarnya.

Selain Agus Setyawan, empat mahasiswa lainnya yang berperan dalam menciptakan alat pengolah limbah tesrebut adalah Juli Erwanda (FTP-Teknik Bioproses 2013), M Doddy Darmawan (FTP-Teknik Bioproses 2013), Natalia Simanjuntak (FTP-Teknik Bioproses 2013), dan Rahma Wati Pertiwi (FTP-Teknik Bioproses 2013). Penelitian mereka didampingi dosen pembimbing Shinta Rosalia Dewi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber Antara
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com